Menyulap Sampah Jadi Berkah

Mengelola sampah adalah bagian dari bukti kepedulian sosial dan bentuk nyata menjaga amanah bumi.
Ssalah satu mesin penukaran botol plastik dengan uang. PA Wire/Euan Cherry

Ikhbar.com: Praktisi tata kelola sampah sekaligus Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Ny. Hj. Siti Qori’ah Mujtahid menyebut bahwa pengelolaan sampah perlu diterapkan di berbagai aspek kehidupan, mulai dari rumah tangga, sekolah, pesantren hingga komunitas.

Hal itu disampaikan Nyai Qori’ah, sapaan akrabnya, dalam program Sinikhbar | Siniar Ikhbar bertajuk “Nyai Qori’ah Bicara Sampah” di Ikhbar TV.

Menurutnya, kunci pertama pengelolaan sampah terletak pada pemilahan sejak dari sumbernya. Ia menegaskan bahwa setiap rumah sebaiknya memiliki tempat terpisah untuk tiga jenis sampah, yakni organik, anorganik, dan residu.

“Sampah organik seperti sisa makanan dan kulit buah bisa dikumpulkan secara khusus untuk diolah menjadi kompos atau pakan ternak. Sementara itu, sampah anorganik seperti plastik, botol bekas, dan kaleng, dikumpulkan secara terpisah agar dapat dijual atau didaur ulang,” ujarnya, sebagaimana dikutip pada Senin, 28 April 2025.

Baca: Jepang Ancam Permalukan Warga yang tak Pilah Sampah dengan Benar sebelum Dibuang

Praktisi tata kelola sampah sekaligus Ketua LPBI PCNU Kabupaten Cirebon, Ny. Hj. Qori’ah Mujtahid, saat menjadi narasumber dalam program Sinikhbar di Ikhbar TV. Dok IKHBAR

“Jadi, sebenarnya sampah itu tidak kotor dan menjijikkan. Yang membuatnya menjadi bau hanyalah karena tercampurnya antara sampah organik dan anorganik,” tambahnya. 

Untuk sampah residu yang tidak dapat diolah, seperti pembungkus makanan berbahan plastik, dia menyarankan untuk dibakar dalam tungku sederhana, minimal dua kali sehari, pagi dan sore. Langkah tersebut dilakukan agar tidak menumpuk dan tidak mencemari lingkungan.

Baca: 10 Tahun lagi Sampah Plastik tak Tertampung Bumi

Sampah jadi cuan

Di lingkungan rumah, ia juga menyarankan agar setiap keluarga menyediakan karung-karung untuk menampung sampah-sampah bernilai ekonomis. Barang-barang seperti botol plastik, kaleng bekas, dan kardus yang dikumpulkan ini tidak hanya mengurangi beban tempat pembuangan akhir (TPA), tetapi juga dapat menjadi sumber tambahan ekonomi rumah tangga.

“Inisiatif ini juga hasilnya bisa disedekahkan kepada tukang rongsok keliling yang bisa memberi manfaat ganda bagi masyarakat,” ujar Nyai Qori’ah.

Selain itu, pernah yang juga pernah menjabat sebagai kepala desa itu mengajak masyarakat untuk menyedekahkan sampah-sampah bernilai ekonomis jika tidak digunakan, terutama kepada pemulung atau komunitas bank sampah. Ia menekankan bahwa mengelola sampah adalah bagian dari bukti kepedulian sosial dan bentuk nyata menjaga amanah bumi.

Dengan langkah-langkah sederhana ini, Nyai Qori’ah yakin bahwa krisis sampah dapat ditekan secara signifikan. Menurutnya, jika setiap keluarga konsisten mengelola sampah sejak dari rumah, dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan, bumi akan menjadi tempat yang jauh lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan.

Baca: Sekolah di Nigeria Bisa Bayar Pakai Sampah Daur Ulang

Sekolah bebas sampah

Untuk mengurangi sampah plastik di lingkungan sekolah, Nyai Qori’ah menggagas program Gerik (Gelas dan piring unik). Melalui program ini, setiap siswa diwajibkan membawa piring dan gelas pribadi ketika bersekolah.

“Cara ini efektif mengurangi sampah sekali pakai dari kemasan jajanan. Agar lebih menarik, siswa yang konsisten menggunakan alat makan pribadi diberikan hadiah berupa bintang yang dikumpulkan dan dapat ditukar dengan hadiah kecil dari pedagang,” ucapnya.

Ia mengeklaim bahwa program ini terbukti mampu menurunkan volume sampah sekolah hingga 70% dalam sehari. Selain itu, langhah ini sekaligus membentuk karakter peduli lingkungan sejak dini.

Di pesantren, pengelolaan sampah juga harus diterapkan secara sistematis. Nyai Qori’ah mencontohkan Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon yang ia nilai telah berhasil mengelola sampah dari ribuan santri dengan memisahkan sampah organik, anorganik, dan residu.

“Di sana, sampah organik mampu dimanfaatkan sebagai pakan ternak maggot, sementara sampah anorganik dipilah dan dijual secara rutin. Sampah residu kemudian dipres menggunakan mesin agar volumenya menyusut drastis, mendekatkan pesantren kepada target zero waste,” jelasnya.

Obrolan selengkapnya, bisa disimak di sini:

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.