Gusdurian Ajak Pemuda Lintas Iman Jadi ‘Pemadam Kebakaran Digital’ Pemilu 2024

Peserta dan narasumber berfose usai forum pelatihan "Social Media 4 Youth" di Cirebon, Sabtu, 11 November 2023. Dok JGD

Ikhbar.com: Jaringan Gusdurian bersama organisasi pendidikan dan kebudayaan dunia (UNESCO) menggelar pelatihan media sosial untuk tokoh muda dari berbagai agama di Indonesia. Pelatihan bertajuk “Social Media 4 Youth” itu bertujuan mengajak generasi muda untuk menyuarakan narasi pemilu damai di dunia digital.

Social Media 4 Youth digelar di sebanyak empat kota, yakni di Yogyakarta yang telah berlangsung pada 3 sampai 5 November 2023, kemudian di Cirebon (10-12 November), dan Manado (14-16 November). Kegiatan tersebut melibatkan 20 peserta hasil proses seleksi.

Salah satu narasumber, Dedik Priyanto mengungkapkan, banyak ahli telah memprediksi bahwa Pemilu 2024 akan berlangsung cukup panas dengan imbas yang tak jauh beda dengan dua pesta demokrasi sebelumnya.

“Pemilu 2024 bakal keras dan bisa jadi membelah masyakat lagi,” katanya, saat menyampaikan materi “Narasi, Algoritma, dan Pemilu 2024” di Cirebon, Sabtu, 11 November 2023.

Dedik Priyanto saat menyampaikan materi “Narasi, Algoritma, dan Pemilu 2024” di Cirebon, Sabtu, 11 November 2023. Dok JGD

Menurut editor salah satu media nasional tersebut, masyarakat berpotensi kembali mengalami pembelahan tak ubahnya pada Pemilu 2014 dan 2019. Berkaca pada kedua pemilu tersebut, titik bara yang merembet langsung ke tengah masyarakat tak jarang dimulai dari gesekan-gesekan di media sosial.

“Dalam lanskap digital, anak-anak muda lintas agama dapat jadi pemecah situasi panas tersebut dengan beragam cara, seperti kampanye bersama soal pemilu damai sebagai alternatif narasi saat konflik muncul akibat politik elektoral yang dilakukan partai-partai,” katanya.

Cara-cara itu, lanjut dia, cukup berpengaruh saat diterapkan anak-anak muda dari Jaringan Gusdurian yang secara kompak memproduksi konten-konten menyejukkan pada Pemilu 2019 melalui gerakan dengan tanda pagar (tagar) #IndonesiaRumahBersama.

“Inisiatif itu kemudian menjadi gerakan alternatif di ranah digital yang berhasil. Paling tidak, kita bisa turut mendinginkan situasi yang panas dengan konten positif dan menyejukkan,” jelas Dedik.

Baca: Gusdurian: Tokoh Agama Harus Jadi Juru Damai Pemilu 2024

Hoaks pangkal pembelahan

Sementara itu, jurnalis pemeriksa fakta sekaligus CEO PT. Ikhbar Metamesta Indonesia (Ikhbar.com), Sobih Adnan menjelaskan, polarisasi di masyarakat sebagai dampak Pemilu 2014 dan 2019 dipengaruhi oleh maraknya konten hoaks atau berita palsu yang banyak ditemukan di media sosial.

“Pada periode Agustus 2018 sampai 30 September 2019, artinya jelang, sedang, dan setelah Pemilu 2019, tim dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mencatat adanya 3.356 hoaks yang beredar. Dari jumlah itu, yang paling banyak bernuansa hoaks politik, yakni sebanyak 916 konten,” katanya.

Dia mengatakan, frekuensi tertinggi persebaran hoaks terjadi pada fase pelaksanaan pemilu. Pada Pemilu 2019, kemunculan hoaks banyak terjadi pada pertengahan April.

“Pencoblosan Pilpres waktu itu tanggal 17 April, dan di hari-hari itulah besaran produksi hoaks berpuncak. Tapi, sebenarnya itu sudah banyak ditemukan di bulan-bulan sebelumnya. Seperti sekarang, sudah banyak hoaks politik yang ditemukan, bahkan sejak sebelum masa penetapan pasangan bakal calon beberapa bulan lalu,” ungkap Sobih.

Sobih Adnan saat menyampaikan materi “Mendorong Pemilu Damai di Ruang Digital” di Cirebon, Jumat, 10 November 2023. Dok JGD

Oleh karena itu, menurutnya penting bagi generasi muda yang ingin terlibat dalam kampanye pemilu damai untuk memahami seluk-beluk, jenis, dan cara membendung berita hoaks. Menurutnya, hampir bisa dipastikan bahwa persebaran hoaks tidak terjadi secara alamiah, akan tetapi digerakkan oleh orang-orang yang berkepentingan dan merasa diuntungkan dengan dampak buruk berita-berita palsu tersebut.

“Dan hoaks ini menjadi pangkal pembelahan di akar rumput. Kita perlu secara serius untuk memahami bagaimana hoaks diproduksi, jenis-jenisnya, serta cara melakukan cek fakta meskipun dengan metode yang paling sederhana untuk kemudian ditularkan kepada khalayak yang lebih luas,” katanya.

Baca: Matinya Kepakaran, Tantangan Baru Pemberantasan Hoaks di Indonesia

Pemilu hanya agenda lima tahunan

Sebelumnya, Koordinator Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan Gusdurian, Jay Akhmad menegaskan, pelatihan tersebut penting digelar demi membekali para pemimpin muda dengan berbagai pemahaman terkait dunia digital. Salah tujuannya adalah agar generasi muda lintas iman dapat mengenali ujaran kebencian, disinformasi, misinformasi, dan hoaks yang berpotensi dijadikan instrumen kampanye politik untuk memecah belah masyarakat.

“Saat ini media sosial memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam membentuk opini publik. Kami ingin mengajak para pemuda lintas iman untuk bersama-sama menggunakannya dalam kampanye kebaikan,” ujar Jay.

“Paling tidak, kita harus bisa menjadi ‘pemadam kebakaran’ di media sosial,” sambungnya.

Jay juga mengingatkan bahwa pemilu hanya merupakan agenda lima tahunan untuk memilih pemimpin. Untuk itu, masyarakat diimbau agar bisa melaluinya dengan cara-cara yang bijak dan baik.

“Tidak perlu sampai kehilangan teman, saudara, atau bahkan pasangan,” tegas dia.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.