Ikhbar.com: Ratusan santri dari berbagai pesantren dan organisasi keagamaan menggelar aksi solidaritas bertajuk “Bela Pesantren dan Palestina” pada Ahad, 26 Oktober 2025.
Aksi yang berlangsung di halaman gedung Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Bandung itu digelar sekaligus dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2025.
Ketua Tanfidziah PCNU Kota Bandung, KH Ahmad Haedar, menegaskan bahwa tema yang diusung memiliki pesan moral yang mendalam tentang tanggung jawab spiritual dan sosial kaum santri terhadap sesama.
“Tema ini mengandung makna bahwa santri tidak hanya belajar dan berjuang untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk menegakkan martabat umat dan membela kemanusiaan,” ujar Kiai Haedar.
Baca: Ditjen Pesantren Jadi Kado dari Presiden di Hari Santri 2025
Ia menjelaskan, makna “Bela Pesantren” mengandung ajakan untuk menjaga kehormatan pesantren sebagai pusat pendidikan, akhlak, dan dakwah Islam. Dari rahim pesantrenlah, kata Kiai Haedar, lahir para pejuang bangsa yang membawa semangat keilmuan dan moralitas tinggi. Sementara itu, “Bela Palestina” mencerminkan kepedulian universal santri terhadap perjuangan rakyat tertindas.
“Keduanya saling terkait. Membela pesantren berarti membela nilai-nilai keadilan dan kemerdekaan seperti yang diperjuangkan rakyat Palestina,” tambahnya.
Lebih lanjut, Kiai Haedar menilai, peringatan Hari Santri Nasional menjadi simbol nyata dari persatuan lintas ormas dan lembaga pesantren. Ia mengapresiasi kehadiran santri dari berbagai latar belakang, mulai dari NU, Muhammadiyah, Persis, hingga komunitas pesantren independen yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
“Santri dari berbagai latar belakang NU, Muhammadiyah, Persis, dan elemen umat lainnya bersatu dalam satu barisan,” tuturnya.
Menurutnya, semangat ukhuwah Islamiyah yang terbangun dalam kegiatan itu merupakan wujud nyata dari nilai-nilai tasamuh (toleransi), tawazun (keseimbangan), dan ta‘awun (tolong-menolong) yang menjadi karakter sejati santri Indonesia. Ketiga nilai itu, kata dia, harus terus dipelihara di tengah tantangan globalisasi dan krisis moral dunia.
Dalam konteks dukungan terhadap Palestina, Kiai Haedar mengajak para santri untuk tidak berhenti pada doa dan seruan moral semata. Ia menekankan perlunya aksi nyata yang disertai kesadaran spiritual dan gerakan kemanusiaan.
“Bentuk dukungan santri tidak hanya berupa seruan dan doa, tetapi juga aksi damai, edukatif, dan donasi kemanusiaan melalui lembaga terpercaya,” jelasnya.
Ia juga berharap pesantren menjadi pusat edukasi yang menumbuhkan kesadaran publik terhadap penderitaan rakyat Palestina dari perspektif Islam dan kemanusiaan universal. Menurutnya, peran santri sangat penting dalam membangun opini publik yang berpihak pada keadilan dan kemerdekaan bangsa tertindas.
Lebih jauh, Kiai Haedar menegaskan bahwa pesantren memiliki posisi strategis dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan global.
“Pesantren adalah penjaga moral umat. Dari pesantrenlah lahir generasi berilmu, berakhlak, dan berjiwa sosial tinggi,” katanya.
Ia menambahkan, dengan ilmu dan kepedulian sosial yang dimiliki, santri mampu menjadi garda terdepan dalam menolak berbagai bentuk penindasan. Membela yang tertindas, tegasnya, merupakan bagian dari ibadah dan jihad fi sabilillah.
Kiai Haedar berharap, momentum Hari Santri Nasional 2025 menjadi titik kebangkitan kesadaran umat untuk memperkuat persatuan dan solidaritas antar-santri serta antar-umat.
“Perbedaan mazhab atau ormas tidak boleh memecah belah kita. Santri Indonesia harus terus menjadi teladan dalam persatuan dan kepedulian terhadap sesama,” pesannya.
Ia menutup pernyataannya dengan harapan agar semangat santri dalam membela pesantren dan Palestina dapat menumbuhkan gerakan kemanusiaan yang lebih luas di masa depan.
“Semoga Palestina segera merdeka, dan pesantren terus jaya menjadi pelita peradaban,” pungkasnya.