Ikhbar.com: Anggota Komisi IV DPR RI, Prof. Dr. Ir. H. Rokhmin Dahuri menegaskan bahwa industri ikan hias nasional memiliki masa depan cerah dan berpotensi menjadi motor baru pertumbuhan ekonomi rakyat.
Hal tersebut disampaikan Prof. Rokhmin saat memberikan pemaparan komprehensif di Raiser Ikan Hias Cibinong, Kabupaten Bogor, pada Ahad, 14 Desember 2025.
Dalam paparannya, Prof. Rokhmin menjelaskan Indonesia dianugerahi kekayaan hayati perikanan yang luar biasa, khususnya pada komoditas ikan hias.
Menurutnya, potensi ini tidak hanya bernilai ekonomi tinggi, tetapi juga strategis dalam menciptakan lapangan kerja, meningkatkan ekspor, serta mendorong kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
“Indonesia diakui dunia sebagai pusat keanekaragaman ikan hias dengan biodiversitas tertinggi,” ujarnya.
Baca: Prof. Rokhmin: Perlindungan Pekerja Migran Harus Dimulai dari Keadilan
Ia mengungkapkan, berdasarkan data yang ada, Indonesia memiliki Potensi Produksi Lestari atau Maximum Sustainable Yield (MSY) serta jumlah spesies ikan hias terbesar di dunia.
Meski demikian, tingkat pemanfaatannya masih relatif rendah, yakni belum mencapai 25% dari total MSY yang tersedia. Kondisi tersebut menunjukkan ruang pengembangan industri ikan hias nasional masih terbuka sangat lebar.
Prof. Rokhmin menambahkan, tren produksi ikan hias Indonesia terus menunjukkan peningkatan signifikan. Saat ini, Indonesia tercatat sebagai produsen ikan hias terbesar kedua di dunia setelah Jepang.
“Ini menjadi peluang besar sekaligus tantangan agar kita mampu naik kelas, tidak hanya sebagai produsen, tetapi juga pemain utama dalam rantai nilai global,” kata Prof. Rokhmin.
Meski memiliki potensi raksasa, Prof. Rokhmin tidak menampik masih banyak persoalan yang menghambat laju pertumbuhan industri ikan hias nasional.
Ia memaparkan sedikitnya lima tantangan utama, mulai dari isu fish welfare atau kesejahteraan ikan, perlindungan lingkungan, dan lemahnya branding, hingga skala usaha yang masih kecil dan kelembagaan yang belum kuat.
Selain itu, keterbatasan akses pembiayaan dan teknologi, belum seragamnya standar mutu dan biosekuriti, serta biaya logistik yang mahal dan berisiko tinggi juga menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi.
“Tanpa perbaikan menyeluruh, potensi besar ini tidak akan optimal memberi manfaat bagi masyarakat,” tegasnya.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Rokhmin mengusulkan tujuh arah kebijakan dan strategi utama yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.
Penguatan riset dan sumber daya manusia menjadi langkah awal, termasuk optimalisasi balai riset, BRIN, dan perguruan tinggi guna menghasilkan benih unggul, teknologi budidaya modern, serta menurunkan tingkat kematian ikan. Ia juga menekankan pentingnya pelatihan dan sertifikasi nasional bagi para pembudidaya.
Strategi berikutnya adalah pengembangan klaster dan desa ekspor ikan hias di lima provinsi utama. Menurut Prof. Rokhmin, koperasi atau BUMDes dapat berperan sebagai off-taker yang didukung infrastruktur dasar serta pendampingan manajemen usaha.
Di sisi tata niaga, ia mendorong pembentukan koridor logistik ikan hidup di bandara-bandara strategis dan penyederhanaan perizinan karantina melalui sistem digital satu pintu.
Dalam aspek pasar dan promosi, Prof. Rokhmin menilai penguatan pasar utama harus berjalan seiring dengan pembukaan pasar baru. Ia mengusulkan pembangunan citra global melalui merek “Indonesian Sustainable Ornamental Fish” dengan melibatkan perwakilan Indonesia di luar negeri sebagai duta promosi.
“Branding menjadi kunci agar ikan hias Indonesia memiliki nilai tambah dan daya saing,” katanya.
Isu keberlanjutan juga mendapat perhatian khusus. Prof. Rokhmin menekankan perlunya pedoman nasional kesejahteraan ikan, sertifikasi ramah lingkungan dan fish welfare, serta penerapan kuota lestari dan sistem keterlacakan hingga tahap ekspor, khususnya untuk ikan hias laut.
Selain itu, ia mendorong penciptaan iklim investasi yang ramah pelaku usaha serta perbaikan tata kelola melalui konsep manajemen terpadu “Indonesia Ornamental Fish Incorporated”.
Diskusi tersebut menghadirkan sejumlah narasumber kunci dari pemerintah, swasta, dan komunitas. Dari unsur pemerintah hadir Machmud selaku Pelaksana Tugas Direktur Jenderal PDSPKP Kementerian Kelautan dan Perikanan, Erwin Dwiyana selaku Direktur Pemasaran KKP, serta Sugeng Sudiarto, A.Pi., M.M., Direktur Manajemen Risiko Badan Karantina.
Sementara itu, pelaku industri dan asosiasi diwakili oleh Teguh selaku Ketua Indonesia Ornamental Fish Exporters (INOFE) dan Joty Atmadjaja dari JBG Transhipping Service. Perspektif riset dan inovasi disampaikan oleh Nurhidayat, S.Pi., M.Si. dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Sementara suara komunitas datang dari perwakilan komunitas channa Bogor dan Depok, Helen dan Yuda Prawira, yang menyampaikan aspirasi langsung pelaku hobi dan pembudidaya ikan hias.
Melalui forum ini, Prof. Rokhmin berharap sinergi lintas sektor dapat segera diwujudkan agar industri ikan hias Indonesia mampu tumbuh berdaya saing, berkelanjutan, dan memberi manfaat nyata bagi ekonomi nasional.