Pemulihan Alam di Seluruh Dunia Butuh Rp11.000 Triliun per Tahun

Conference of the Parties (COP16) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), di Kolombia. Foto: AFP/Joaquin Sarmiento.

Ikhbar.com: Hampir 200 negara menghadapi kebuntuan dalam negosiasi terkait pembiayaan konservasi alam, di tengah pertemuan Conference of the Parties (COP16) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), di Kolombia.

Para ahli sepakat bahwa, dunia membutuhkan sekitar $700 miliar (Rp11.000 triliun) per tahun untuk memulihkan ekosistem yang terancam.

Namun, hingga kini belum ada kejelasan tentang sumber dana tersebut, maupun mekanisme pendistribusiannya.

Baca: Amanat Kesalingan Manusia dan Lingkungan Hidup dalam Al-Qur’an

Kelompok Afrika, yang mewakili kepentingan negara-negara di benua tersebut, mengungkapkan keprihatinan atas kemajuan negosiasi.

Target untuk mencapai pembiayaan sebesar $20 miliar (Rp314,4 triliun) per tahun, dari negara-negara kaya pada tahun 2025, dianggap sulit terealisasi.

Walaupun beberapa negara seperti Inggris, Jerman, dan Prancis telah menyatakan komitmen tambahan, total kontribusi masih belum cukup untuk menutup kekurangan yang ada.

Data terbaru menunjukkan bahwa, negara-negara maju hanya memenuhi sebagian kecil dari bagian adil mereka dalam pembiayaan biodiversitas.

Hingga tahun 2022, sumbangan negara-negara kaya untuk pendanaan biodiversitas tercatat sekitar $10,95 miliar (Rp172,6 triliun), yang berada jauh di bawah target yang disepakati bersama.

“Kita tidak bisa mengabaikan fakta, bahwa salah satu faktor utama yang menghambat kemajuan adalah kurangnya pendanaan,” kata kepala Program Lingkungan PBB (UNEP), Inger Andersen, dikutip dari The Guardian, pada Jumat, 1 November 2024.

Kekhawatiran pun muncul mengenai kualitas dari pembiayaan tersebut. Banyak dana yang diklaim untuk konservasi alam, sebenarnya hanya mendukung proyek-proyek yang menguntungkan alam secara parsial.

Baca: Interfaith Youth Leader Ajak Anak Muda Rawat Toleransi dan Lingkungan

Persoalan lain yang muncul dalam negosiasi COP16 adalah distribusi dana. Mekanisme saat ini dianggap menyulitkan akses bagi negara-negara berkembang, yang merasa bahwa pendanaan seharusnya ditempatkan dalam dana terpisah untuk mempermudah alokasi yang adil.

Desakan ini mencerminkan urgensi yang dirasakan oleh negara-negara berkembang dalam mendapatkan akses dana untuk melanjutkan upaya konservasi.

Tanpa kemajuan signifikan dalam pembahasan pembiayaan ini, negosiasi di sektor lain pada pertemuan COP16 berisiko terhambat.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.