Pemilu di Tanzania Rusuh, 700 Orang Tewas

Potret kerusuhan di Tanzania usai diadakan Pemilu. Foto: Reuters/Onsase Ochando

Ikhbar.com: Gelombang kerusuhan besar melanda Tanzania usai Pemilihan Umum (Pemilu) yang digelar pada Selasa, 29 Oktober 2025. Aksi protes yang awalnya berlangsung damai berubah menjadi bentrokan berdarah dan menewaskan sekitar 700 orang di berbagai wilayah, termasuk Dar es Salaam dan Mwanza.

Tragedi ini mencuat setelah Komisi Pemilihan Umum Tanzania mengumumkan kemenangan Presiden Samia Suluhu Hassan dengan perolehan lebih dari 97% suara. Hasil tersebut langsung memicu kemarahan publik dan tudingan adanya kecurangan besar-besaran dalam proses pemungutan suara.

Menurut laporan Partai oposisi Chadema, ratusan korban tewas akibat bentrokan antara warga dan aparat keamanan sejak hari pengumuman hasil pemilu.

“Jumlah kematian di Dar (es Salaam) sekitar 350 dan di Mwanza lebih dari 200 orang. Jika ditotal dengan korban dari wilayah lain, jumlahnya sekitar 700 orang,” ujar juru bicara Chadema, John Kitoka, dikutip dari AFP pada Sabtu, 1 November 2025.

Baca: Ayat-ayat Panduan Demonstrasi

Kerusuhan ini menjadi salah satu yang paling mematikan dalam sejarah politik Tanzania. Amnesty International dan sejumlah lembaga hak asasi manusia melaporkan adanya pelanggaran berat menjelang dan setelah pemilu, termasuk penghilangan paksa, penangkapan sewenang-wenang, hingga pembunuhan di luar hukum.

Masyarakat yang marah menuduh pemerintah dan partai berkuasa, Chama Cha Mapinduzi (CCM), melakukan manipulasi untuk memastikan kemenangan Samia Suluhu Hassan.

Dua calon presiden dari kubu oposisi bahkan dilarang maju dalam pemilu, sementara kandidat lain berasal dari partai kecil yang minim dukungan dan hampir tanpa kampanye.

Meski demikian, Hassan tetap dikukuhkan sebagai pemenang dan akan memimpin kembali Tanzania dengan jumlah pendudukan 68 juta jiwa di Afrika Timur selama lima tahun ke depan. Ia pertama kali naik ke kursi presiden pada tahun 2021 setelah pendahulunya meninggal dunia.

Namun, kemenangan telak ini justru memperdalam krisis kepercayaan publik terhadap sistem politik Tanzania. Ribuan warga turun ke jalan menolak hasil pemilu yang dianggap tidak adil.

Aparat keamanan merespons dengan tindakan represif, sementara pemerintah memberlakukan jam malam, membatasi akses internet, dan memblokir media sosial untuk menekan eskalasi.

Situasi mencekam ini menandai babak kelam bagi perjalanan demokrasi di Tanzania. Di tengah citra Samia Suluhu Hassan yang sebelumnya dikenal moderat dan mengedepankan dialog, kekerasan pascapemilu ini menimbulkan pertanyaan besar tentang masa depan kebebasan politik dan hak asasi manusia di negara tersebut.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.