Ikhbar.com: Pengesahan aturan umrah mandiri dalam Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU) terbaru memicu kegemparan di kalangan pelaku usaha perjalanan religi. Aturan yang tertuang dalam UU Nomor 14 Tahun 2025 ini dinilai mengubah sistem penyelenggaraan umrah yang selama ini diawasi ketat oleh pemerintah.
Dalam pasal 86 ayat (1) huruf b, disebutkan bahwa “perjalanan ibadah umrah dilakukan melalui PPIU, secara mandiri, dan melalui Menteri.” Artinya, jamaah kini dapat melaksanakan umrah tanpa melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) berizin, sebuah perubahan besar dari ketentuan sebelumnya.
Langkah tersebut mengejutkan banyak pihak, termasuk Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI), Zaky Zakaria Anshary.
Baca: Jadwal Penerbangan Haji 2026
“Padahal sejak dulu, negara menegaskan bahwa penyelenggaraan ibadah umrah hanya dapat dilakukan oleh badan usaha resmi yang diawasi pemerintah,” ujarnya pada Kamis, 23 Oktober 2025.
Menurut Zaky, kebijakan baru ini menjadi “petir di siang bolong” bagi ribuan pelaku PPIU yang telah berinvestasi besar, membayar pajak, menjalani audit, dan membuka jutaan lapangan kerja.
Ia mengutip Dr. Iqbal Alan Abdullah, Ketua Umum DPP INCCA, yang menilai legalisasi umrah mandiri berpotensi mengguncang perlindungan jamaah dan ekonomi nasional, mengingat 4,2 juta pekerja bergantung pada industri ini.
Zaky juga mengingatkan risiko monopoli oleh perusahaan besar seperti Agoda, Traveloka, Tiket.com, serta platform luar negeri Nusuk dan Maysan yang memiliki modal besar dan strategi “bakar uang”.
“Kalau ini dibiarkan, bukan hanya PPIU kecil-menengah yang tumbang, tapi juga rantai ekonomi domestik seperti hotel syariah dan katering halal,” tegasnya.
Selain itu, ia menilai umrah mandiri berisiko tinggi tanpa pembimbing resmi. “Umrah bukan sekadar wisata, tetapi ibadah yang membutuhkan bimbingan ruhani,” tutup Zaky.