MUI Tetapkan Fatwa Perpajakan, Ini Daftarnya!

Ketua Komisi Fatwa SC Munas XI MUI, Prof. KH Asrorun Ni'am Sholeh (tengah) paada Munas XI MUI di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, Ahad, 23 November 2025. Foto: Dok. MUI

Ikhbar.com: Musyawarah Nasional (Munas) XI Majelis Ulama Indonesia (MUI) menghasilkan beberapa fatwa terkait perpajakan. Fatwa bertajuk Pajak Berkeadilan ini menegaskan bahwa pajak tidak boleh dibebankan pada kebutuhan pokok maupun aset yang digunakan untuk tempat tinggal.

Penegasan tersebut dipandang sebagai respons atas meningkatnya keluhan publik terhadap kebijakan pajak yang dianggap melampaui rasa keadilan.

Pada Munas XI MUI di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, Ahad, 23 November 2025, Ketua Komisi Fatwa SC Munas XI MUI, Prof. KH Asrorun Ni’am Sholeh, menyampaikan pijakan syar’i dari fatwa tersebut.

Ia menekankan bahwa bumi dan bangunan tempat tinggal tak seharusnya dikenai pungutan pajak secara berulang. Menurutnya, penetapan fatwa ini menjadi jawaban atas problem sosial yang muncul akibat kenaikan PBB yang dinilai tidak proporsional.

“Fenomena ini sudah membuat banyak warga resah. Fatwa ini diharapkan menjadi rujukan untuk memperbaiki regulasi yang ada,” ujar Prof Ni’am.

Baca: Susunan Lengkap Pengurus MUI Periode 2025–2030, Kiai Anwar Iskandar Kembali Jadi Ketum

Guru Besar Ilmu Fikih UIN Jakarta itu menjelaskan bahwa objek pajak selayaknya hanya menyasar harta yang memiliki potensi produktif atau termasuk dalam kategori kebutuhan sekunder dan tersier. Ia menegaskan bahwa memajaki kebutuhan primer seperti sembako maupun rumah tinggal tidak sejalan dengan prinsip keadilan.

“Pungutan atas kebutuhan pokok, termasuk bahan makanan utama dan rumah yang dihuni, tidak memenuhi prinsip keadilan pajak,” tegasnya.

Prof Ni’am juga menjelaskan bahwa dalam perspektif syariat, pajak hanya diwajibkan kepada warga negara yang memiliki kemampuan finansial memadai.

“Jika dianalogikan dengan zakat, kemampuan finansial itu minimal setara nishab zakat mal yakni 85 gram emas. Ini bisa dijadikan batas kemampuan wajib pajak,” jelasnya.

Berikut isi lengkap Fatwa MUI tentang Pajak Berkeadilan:

Ketentuan Hukum:

1. Negara wajib dan bertanggung jawab mengelola serta memanfaatkan seluruh kekayaan negara demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Dalam kondisi kekayaan negara tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan negara guna mewujudkan kesejahteraan rakyat, negara diperbolehkan memungut pajak dari rakyat dengan ketentuan:

a. Pajak penghasilan hanya diberlakukan kepada warga negara yang memiliki kemampuan finansial yang secara syariat minimal setara nishab zakat mal yaitu 85 gram emas.

b. Objek pajak hanya dikenakan pada harta yang dapat diproduktifkan dan/atau termasuk kebutuhan sekunder dan tersier (hajiyat dan tahsiniyat).

c. Pajak digunakan untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan serta kepentingan publik secara umum.

d. Penetapan pajak harus berlandaskan prinsip keadilan.

e. Pengelolaan pajak harus dilakukan secara amanah, transparan, dan berorientasi pada kemaslahatan umum.

3. Pajak yang dibayarkan wajib pajak merupakan milik rakyat secara syar’i dan pengelolaannya diamanahkan kepada pemerintah (ulil amri). Karena itu pemerintah wajib bersikap jujur, profesional, transparan, akuntabel, dan berkeadilan.

4. Barang kebutuhan primer (dharuriyat) tidak boleh dikenai pajak berulang (double tax).

5. Barang konsumtif yang merupakan kebutuhan primer, khususnya sembako, tidak boleh dibebani pajak.

6. Bumi dan bangunan nonkomersial yang dihuni tidak boleh dikenakan pajak berulang.

7. Warga negara wajib menaati aturan pajak yang ditetapkan berdasarkan ketentuan angka 2 dan 3.

8. Pemungutan pajak yang tidak sejalan dengan ketentuan angka 2 dan 3 dihukumi haram.

9. Zakat yang telah dibayarkan umat Islam menjadi pengurang kewajiban pajak sesuai ketentuan angka 2 dan 3.

Rekomendasi

1. Untuk mewujudkan perpajakan yang berkeadilan dan merata, beban pajak harus disesuaikan dengan kemampuan wajib pajak (ability to pay). Karena itu, perlu peninjauan kembali terhadap pajak progresif yang dinilai terlalu membebani.

2. Pemerintah wajib mengoptimalkan pengelolaan kekayaan negara dan menindak mafia pajak demi sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat.

3. Pemerintah dan DPR berkewajiban mengevaluasi peraturan perundang-undangan terkait perpajakan yang tidak berkeadilan serta menjadikan fatwa ini sebagai pedoman penyempurnaan regulasi.

4. Kemendagri dan pemerintah daerah perlu meninjau ulang aturan terkait pajak bumi dan bangunan, PPN, PPh, PBB, PKB, dan pajak waris yang kerap dinaikkan tanpa mempertimbangkan keadilan sosial.

5. Pemerintah wajib mengelola pajak secara amanah dan menjadikan fatwa ini sebagai rujukan resmi.

6. Masyarakat perlu menaati pembayaran pajak yang diwajibkan pemerintah selama digunakan untuk kemaslahatan umum (maslahah ‘ammah).

Selain Fatwa Pajak Berkeadilan, Munas MUI XI juga menetapkan empat fatwa lainnya, yakni mengenai Kedudukan Rekening Dormant, Pedoman Pengelolaan Sampah di Sungai, Danau, dan Laut, Status Saldo Kartu Uang Elektronik Hilang atau Rusak, serta kedudukan manfaat produk asuransi kematian pada Asuransi Jiwa Syariah.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.