Ikhbar.com: Menjelang hari pencoblosan Pemilu Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS), tepatnya pada 5 November 2024 mendatang, persaingan antara kandidat dari Partai Republik, Donald Trump dan calon presiden (capres) Partai Demokrat, Kamala Harris kian memanas. Suara dari berbagai kelompok minoritas, termasuk keturunan Muslim, diyakini akan menjadi penentu dalam hasil akhir.
Kendati Muslim di AS hanya mewakili sekitar 1% dari total pemilih, tetapi mereka dianggap berpotensi dalam menentukan kemenangan di beberapa negara bagian kunci, terutama di negara-negara bagian seperti Michigan, Pennsylvania, dan Ohio.

Baca: Dua Capres Berebut Suara Muslim AS
Preferensi isu
Dalam survei yang dilakukan Arab News bekerja sama dengan lembaga riset YouGov, ditemukan bahwa Muslim Amerika memiliki beragam prioritas terkait isu-isu nasional dan internasional. Namun, konflik Israel-Palestina dan dampaknya terhadap warga Gaza menjadi perhatian utama. Hal ini terutama dipicu oleh serangan militer Israel terhadap Hamas di Jalur Gaza dan kritik tajam bahwa pemerintahan Presiden Joe Biden dianggap kurang bersikap tegas dalam menghadapi Israel.
Survei menunjukkan bahwa sekitar 26% pemilih Muslim di Amerika menempatkan konflik Israel-Palestina sebagai isu utama yang memengaruhi pilihan politik mereka, diikuti dengan ekonomi dan biaya hidup yang mencapai 19%.
Kelompok dengan penghasilan tahunan rendah, khususnya mereka yang berpenghasilan di bawah 40.000 dolar AS (sekitar Rp633 juta per tahun), menunjukkan perhatian lebih besar pada isu Palestina. Jumlahnya hingga mencapai 37%.
Pakar kebijakan luar negeri AS, Brian Katulis, dalam diskusi yang digelar Middle East Institute (MEI), menyoroti bahwa perhatian pada isu Palestina di kalangan Muslim Amerika menunjukkan betapa pentingnya posisi AS di Timur Tengah.
“Dalam dinamika politik AS saat ini, ada tuntutan agar Amerika lebih terlibat di Timur Tengah, tetapi dengan pendekatan yang lebih berimbang dan manusiawi,” ujar Katulis, sebagaimana dikutip dari Arab News, pada Selasa, 29 Oktober 2024.

Baca: Dua Capres AS Ditolak Warga Muslim-Arab di Amerika karena Terbukti Dukung Israel
Elektabilitas Trump vs Harris
Dalam survei yang sama, terlihat adanya perbedaan pandangan antara pemilih dari Partai Republik dan Partai Demokrat terkait isu ini. Sebanyak 17% pemilih Muslim yang mendukung Partai Republik menempatkan Palestina sebagai prioritas, sementara mayoritas dari mereka, yaitu 23%, lebih fokus pada isu biaya hidup dan kesejahteraan ekonomi.
Sementara itu, banyak pemilih independen dari kalangan Muslim Amerika yang lebih menekankan isu Palestina sebagai prioritas, menunjukkan ketidakpuasan terhadap kebijakan luar negeri yang saat ini diterapkan, terutama oleh Partai Demokrat. Pemilih independen ini merasa bahwa Demokrat tidak bersikap cukup tegas dalam mendorong perdamaian yang adil di wilayah tersebut.
Hal ini cukup mengejutkan, mengingat Donald Trump dikenal dengan kebijakan-kebijakan yang cenderung pro-Israel, seperti pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan kebijakan pelarangan perjalanan bagi negara-negara mayoritas Muslim sejak tahun 2017.
Meski demikian, banyak pemilih Muslim Amerika yang mempertimbangkan untuk memilih Trump sebagai bentuk “hukuman” bagi Partai Demokrat yang dinilai kurang tanggap terhadap isu-isu yang dianggap penting oleh mereka.
Menurut survei, sebanyak 45% dari responden Muslim Amerika menyatakan dukungan mereka terhadap Donald Trump, sementara 43% mendukung Kamala Harris, dengan margin of error sekitar 5,93%.
Tren ini mengindikasikan bahwa meskipun Trump telah menerapkan kebijakan-kebijakan yang tidak sepenuhnya berpihak pada Muslim Amerika, kekecewaan terhadap Demokrat tampaknya menjadi faktor utama yang mempengaruhi keputusan mereka.
Salah seorang jurnalis di The Washington Post, Yasmeen Abu Taleb menyatakan bahwa Partai Demokrat tampaknya tidak memprediksi isu Palestina akan menjadi perhatian utama dalam pemilu kali ini.
“Ini adalah pertama kalinya isu Palestina begitu menonjol dalam perdebatan politik di Amerika,” kata Abu Taleb.
Menurutnya, Demokrat awalnya memperkirakan bahwa konflik tersebut akan mereda seiring waktu, tetapi kenyataannya, masalah ini tetap menjadi pusat perhatian hingga hari ini, terutama dengan meningkatnya kesadaran publik mengenai kondisi di Gaza.

Baca: Bantu Israel, AS Sumbang Pasukan dan Sistem Anti-Rudal Canggih untuk Serang Iran
Bagaimana pemilih Muslim mampu ubah kebijakan luar negeri?
Jika Harris berhasil memenangkan pemilu, masih menjadi pertanyaan apakah sikap Partai Demokrat terhadap Israel akan mengalami perubahan signifikan. Yasmeen Abu Taleb menekankan bahwa perubahan besar mungkin tidak akan terjadi dalam waktu dekat, tetapi ada indikasi bahwa Partai Demokrat akan lebih berhati-hati dalam merespons isu-isu terkait Israel dan Palestina di masa mendatang.
Kepala Riset Arab News, Ali Ahmad mengungkapkan bahwa sekitar 80% pemilih Muslim Amerika merasa bahwa suara mereka memiliki kekuatan besar dalam memengaruhi hasil pemilu. Dengan keyakinan ini, banyak di antara mereka berharap bisa mendorong perubahan kebijakan luar negeri AS yang lebih adil terhadap Palestina.
“Banyak dari mereka percaya bahwa ini adalah saat yang tepat untuk menunjukkan pengaruh mereka, baik untuk menghukum Demokrat atau memberikan suara bagi calon independen,” ungkap Ahmad.
Dalam konteks yang lebih luas, Muslim Amerika berharap bahwa dengan memberikan suara secara strategis, mereka mampu mendorong pemerintahan AS yang akan datang untuk lebih serius menangani isu-isu kemanusiaan di Gaza dan Palestina secara keseluruhan.
Dengan pemilu yang semakin dekat, keberpihakan pemilih Muslim Amerika akan menjadi faktor kunci dalam membentuk masa depan politik AS, sekaligus arah kebijakan luar negeri negara adidaya ini terhadap Timur Tengah.