Ikhbar.com: Direktorat Intelijen Israel IDF (Aman) menerapkan kebijakan baru yang mewajibkan seluruh personel intelijen, termasuk mereka yang berada di bidang teknologi seperti Unit 8200, mengikuti pelatihan bahasa Arab dan studi budaya Islam.
Hal itu diakui Sebagai respons atas kegagalan intelijen yang terjadi pada 7 Oktober 2023,
Kepala Aman, Mayor Jenderal Shlomi Binder, memerintahkan reformasi besar ini untuk memperkuat kapasitas analisis intelijen di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan.
Mulai tahun depan, seluruh personel Aman akan menerima pelatihan studi Islam, dan separuh di antaranya akan dilatih bahasa Arab.
Baca: Grup Punk Rock Inggris Kutuk Militer Israel dalam Konser Siaran Langsung
Target jangka panjangnya adalah setiap perwira intelijen di tingkat brigade dan divisi fasih berbahasa Arab, serta memahami budaya Islam secara mendalam.
Salah satu perubahan mencolok adalah pembentukan departemen baru yang khusus mengajarkan bahasa Arab dan studi Islam, termasuk dialek Houthi dan Irak.
Pelatihan ini dianggap penting menyusul kesulitan dalam memecahkan komunikasi Houthi yang sering dipengaruhi penggunaan qat, tanaman narkotik ringan yang umum dikonsumsi di Yaman.
IDF juga akan mengaktifkan kembali program TELEM, yang sempat dihentikan enam tahun lalu karena pemotongan anggaran,untuk memperkuat pendidikan bahasa Arab dan budaya Timur Tengah di sekolah-sekolah Israel.
“Selama ini kami belum cukup baik dalam hal budaya, bahasa, dan Islam. Kami tidak akan mengubah mereka menjadi orang Arab desa, tetapi lewat pelatihan ini, kami ingin menanamkan keraguan dan pengamatan mendalam,” kata seorang perwira senior Aman, dikutip dari The Jerussalem Post, pada Kamis, 17 Juli 2025.
Baca: Mayoritas Warga Israel Tolak Perang, Sebut ‘Negara Waras tak Mungkin Bunuh Bayi!’
Metode pendekatan budaya dan bahasa ini mengingatkan pada strategi yang digunakan tokoh-tokoh orientalis seperti T.E. Lawrence (Lawrence of Arabia) dan Snouck Hurgronje.
Keduanya dikenal menguasai bahasa Arab dan menjalin kedekatan budaya dengan masyarakat Muslim demi kepentingan intelijen dan kolonialisme.
Lawrence berhasil memengaruhi pemberontakan Arab melawan Ottoman melalui pendekatan kultural, sementara Snouck menyusup ke kehidupan Muslim di Hindia Belanda dan memberikan rekomendasi strategis kepada pemerintah kolonial Belanda berdasarkan pemahamannya atas Islam dan adat setempat.
Strategi serupa kini diadopsi Aman dengan pendekatan sistematis dalam pendidikan para agen intelijennya.