Ikhbar.com: Kirina Mochizuki, seorang ibu rumah tangga di Jepang, selalu menganggap okonomiyaki sebagai hidangan paling sederhana, mengenyangkan, dan terjangkau. Pancake gurih khas Hiroshima ini telah menjadi makanan favoritnya sejak lama.
Namun, kini menyajikannya di meja makan menjadi tantangan tersendiri. Harga kol, bahan utama dalam hidangan ini, melonjak hingga tiga kali lipat dalam beberapa bulan terakhir.
Setiap hari, Mochizuki berkeliling ke supermarket untuk mencari sayuran diskon atau mengganti kol dengan rumput laut kering.
“Tak pernah terbayang bahwa okonomiyaki bisa menjadi makanan mahal,” ujarnya, sebagaimana dikutip dari Reuters, Sabtu, 1 Februari 2025.
Baca: Desa di Jepang kian Lengang, Warga Gantikan Penduduk dengan Boneka
Demi menghemat, ia juga mulai menanam kembali daun bawang dengan merendam bagian akar yang biasanya dibuang ke dalam segelas air.
Lonjakan harga pangan yang terjadi belakangan ini mencerminkan tekanan inflasi yang semakin dirasakan masyarakat Jepang, setelah puluhan tahun ekonomi mengalami stagnasi. Data terbaru menunjukkan bahwa harga rata-rata kol di Tokyo telah meningkat lebih dari tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu.
Bank Sentral Jepang baru saja menaikkan suku bunga ke level tertinggi dalam 17 tahun, mencerminkan keyakinan terhadap pertumbuhan upah. Namun, dalam 32 bulan terakhir, pendapatan riil masyarakat justru mengalami penurunan di 29 bulan di antaranya.
Sementara itu, koefisien Engel—indikator yang mengukur proporsi pengeluaran rumah tangga untuk makanan—mencapai angka tertinggi dalam empat dekade terakhir.
Di Tokyo, harga satu kepala kol kini mencapai ¥1.000 atau sekitar Rp100.000, setara dengan upah minimum per jam di Jepang. Bahkan sebelum data terbaru dirilis, harga tersebut sudah menjadi perhatian publik.
Sementara itu, Bank Sentral juga memperingatkan bahwa harga beras diperkirakan akan tetap tinggi hingga musim semi 2026, setelah mengalami kenaikan hingga 60% pada Desember dibandingkan tahun sebelumnya.
Dampak kenaikan harga ini terlihat dari perubahan pola konsumsi masyarakat. Rata-rata asupan sayur harian penduduk Jepang mencatatkan rekor terendah sepanjang sejarah, menurut data terbaru pemerintah. Sebagai alternatif, banyak orang beralih ke furikake, bumbu tabur kering yang biasa digunakan untuk menambah cita rasa nasi. Penjualan produk ini tahun lalu diperkirakan mencapai rekor tertinggi, menurut riset yang dilakukan Fuji Keizai.
Mochizuki mengungkapkan bahwa bahkan kenaikan kecil sebesar ¥10 atau sekitar Rp1.000 dalam harga barang kebutuhan sehari-hari sudah cukup membuat anggaran rumah tangga semakin ketat.
“Tidak ada lagi yang bisa dikurangi dari pengeluaran lainnya,” katanya.
Pemerintah Jepang pun menyadari bahwa lonjakan harga pangan ini dapat memengaruhi sentimen pemilih. Untuk meredam dampaknya, paket stimulus ekonomi telah disiapkan, termasuk pemberian bantuan tunai bagi rumah tangga berpenghasilan rendah. Selain itu, untuk pertama kalinya, Kementerian Pertanian mempertimbangkan kebijakan baru agar pemerintah dapat menjual stok beras cadangan kepada koperasi pertanian guna menekan harga di pasar ritel.
Baca: Kafe di Jepang Layani Tamu dengan Robot
Di tengah kenaikan harga pangan, Kazuki Nakata justru merasakan manfaat dari tren ini. YouTuber berusia 37 tahun itu mulai bercocok tanam di dalam rumah sejak pandemi sebagai hobi.
Kini, ia memiliki hampir 90.000 pengikut yang antusias mempelajari cara memperpanjang umur sayuran dari toko dan menanam tanaman baru dalam wadah air tanpa tanah.
“Dalam dua minggu terakhir, jumlah pengikut saya bertambah 4.500 orang,” ujarnya.
Pada 2023, Nakata memutuskan keluar dari pekerjaannya di sebuah toko elektronik untuk fokus menanam 47 jenis sayuran di seluruh sudut rumahnya. Ia menanam segala macam tanaman mulai dari daun shiso, bawang, hingga lobak daikon di dalam botol plastik bekas, kaleng bir, bahkan di keranjang sepeda.
Meski terlihat menjanjikan, bercocok tanam di dalam rumah tidak selalu mudah. Nakata dan keluarganya harus tidur tanpa pendingin ruangan saat musim panas demi menjaga suhu ruangan agar tetap cocok bagi tanaman. Istrinya juga mengeluhkan sulitnya menyusui bayi mereka di ruang tamu karena tirai harus tetap terbuka agar tanaman mendapat cukup sinar matahari.
Namun, dengan harga sayur yang terus melambung, usaha ini dirasa sepadan. Baru-baru ini, Nakata berhasil menumbuhkan daun kol dalam mangkuk di dapur hanya dengan memanfaatkan bagian batang yang biasanya dibuang serta pupuk cair. Percobaannya itu akan menjadi topik dalam video YouTube berikutnya.
“Berkebun di rumah sangat membantu mengurangi pengeluaran makanan, jadi saya ingin berbagi pengetahuan ini,” katanya.