Ikhbar.com: Dunia menyambut gembira adanya iktikad gencatan senjata yang telah disepakati pihak Israel maupun militan Hamas di Gaza. Sayangnya, beberapa jam sebelum jeda pertempuran itu diumumkan, militer Israel melakukan serangan udara besar-besaran ke Distrik Sheikh Radwan hingga menewaskan lebih dari 200 warga sipil Palestina.
“Petugas tanggap darurat tampak kesulitan saat berusaha menyelamatkan puluhan korban berlumuran darah yang sebagian besarnya adalah perempuan dan anak-anak. Mereka diangkat dari reruntuhan dua bangunan tempat tinggal di lingkungan padat penduduk itu,” tulis laporan Al-Jazeera, dikutip pada Kamis, 23 November 2023.
Pada Rabu, 22 November 2023 itu, Kementerian Kesehatan Palestina merilis jumlah total korban perang dari pihak mereka telah mencapai lebih dari 14.300 warga, termasuk lebih dari 5.840 anak-anak.
“Setidaknya 33.000 orang terluka, lebih dari 6.800 orang masih hilang atau diperkirakan tewas di bawah reruntuhan, banyak dari mereka adalah anak-anak. Serta lebih dari 800.000 warga Palestina mengungsi,” catat mereka.
Israel main angka
Tidak mau kalah, pihak militer Israel mengumumkan bahwa jumlah tentara dan perwira mereka yang terbunuh sejak dimulainya invasi darat ke Jalur Gaza telah mencapai 72 orang. Jumlah tersebut menjadikan total korban di kalangan personel militer Israel menjadi 392 orang sejak 7 Oktober 2023.
Selain itu, Israel juga mengumumkan bahwa komandan tertinggi mereka di Brigade Golani telah tewas di Gaza Utara. Pernyataan itu seiring dengan viralnya video dari Brigade Al-Qassam, Hamas yang berisi klaim telah berhasil menghancurkan tank dan kendaraan lapis baja Israel dalam berbagai pertempuran jalanan di Gaza Utara.
Namun, banyak pihak meragukan rilis angka korban yang dikeluarkan pihak Israel. Pasalnya, Israel pernah menyebut jumlah korban tewas akibat serangan “Badai Al-Aqsa” yang dilancarkan Hamas pada 7 Oktober 2023 mencapai 1.400 orang. Tetapi setelah peristiwa itu dijadikan dalih untuk melakukan genosida hingga menewaskan ribuan warga Gaza, pada hari ke- 34 serangan membabi-buta itu, barulah Pemerintah Israel meralat bahwa jumlah korban tewas dari pihak mereka hanya 1.200 orang.

Pada Jumat, 10 November 2023, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Lior Haiat mengeluarkan alasan terjadinya salah hitung jumlah korban tersebut. Mereka berdalih, jumlah 200 jiwa yang dimasukkan dalam hitungan korban tewas itu merupakan orang tak dikenal dan ditengarai justru bagian dari pejuang Palestina.
Meski begitu, banyak pihak masih menduga rilis jumlah korban yang dikeluarkan Israel tidak sebenar-benarnya sesuai dengan fakta di lapangan. Israel dituding sengaja menyembunyikan jumlah riil korban sebagai bagian dari strategi perang.
Baca: Potret Kezaliman di Penjara Israel, Tahan Anak-anak dan Perempuan tanpa Pengadilan
Menyewa tentara
Sebuah laporan mencengangkan disajikan surat kabar terkemuka Spanyol, El Mundo. Mereka menyebut bahwa Israel telah merekrut tentara bayaran asing yang sebagian besar berasal dari negara-negara di Eropa.
El Mundo mengungkapkan bahwa di antara tentara asing tersebut terdapat prajurit bayaran Spanyol yang dikenal kejam. Mereka merupakan personel yang memiliki afiliasi dengan gerakan neo-Nazi dan pernah beraksi di Ukraina untuk menghadapi Rusia. Kelompok ini sudah terlihat bersama tentara Israel di Jalur Gaza sejak akhir Oktober 2023 lalu.
Bahkan, El Mundo berhasil mewawancarai seorang personel tentara bayaran tersebut, Pedro Díaz Flores. Flores mengaku bahwa dia menerima bayaran sebesar 3.900 euro atau setara lebih dari Rp66 juta per minggu.
Israel merekrut tentara bayaran melalui kontrak dengan perusahaan militer swasta (PMC). Strategi ini biasa digunakan dalam operasi tabrak lari dan perang gerilya, sementara tentara Israel mencari perlindungan di belakang tank mereka.
“Saya datang ke sini karena alasan ekonomi, karena uang. Gajinya tinggi, peralatannya mumpuni, dan lingkungan kerja relatif tenang,” ujar Flores.

Namun, Flores mengatakan bahwa ia ditugaskan hanya terbatas di Dataran Tinggi Golan. Dia membantah terlibat langsung dalam pertempuran dengan Hamas atau ikut serta dalam operasi penyerangan. “Peran kami hanya memastikan keamanan konvoi senjata dan pasukan Israel yang akan ditempatkan di Jalur Gaza,” akunya.
Menurut Flores, PMC bukanlah hal baru di Israel. Sebelumnya mereka juga telah dipercaya untuk mengamankan pembangkit listrik, bandara, dan penyeberangan perbatasan di antara Eilat dan Aqaba. Semua perusahaan PMC dipimpin atau dimiliki oleh seoang jenderal yang memiliki hubungan dekat dengan Israel.
Bulan lalu, sejumlah media juga melaporkan bahwa tentara bayaran asing yang sebelumnya ditempatkan di Ukraina untuk melawan Rusia telah mulai meninggalkan negara Eropa tersebut. Mereka disebut bergeser untuk memberikan dukungan kepada Israel yang sedang menghadapi militan Hamas.
Tentara bayaran memang sering digunakan dalam perang skala kecil atau menengah. Alasannya, mereka dinilai telah memiliki pengalaman dalam pertempuran sehingga menjadikannya lebih efektif ketimbang mengerahkan tentara cadangan yang masih memerlukan pelatihan di lapangan.
Penggunaan tentara bayaran memungkinkan Israel untuk menunjukkan kekuatan sekaligus mengurangi jumlah korban dari pihak mereka. Hal ini menggenapi kelicikan militer Israel selain kejahatannya dalam perang dengan menyasar banyak warga sipil dan fasilitas publik berupa sekolah maupun rumah sakit yang berada di Gaza.