Ikhbar.com: Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menegaskan komitmennya memberikan perlindungan bagi guru yang terdampak banjir di wilayah Sumatera melalui penyiapan tunjangan khusus.
Kebijakan tersebut menyasar 16.500 guru yang terdampak langsung bencana alam di sejumlah provinsi. Selain itu, gagasan ini menjadi bagian dari langkah cepat pemerintah menjaga keberlangsungan layanan pendidikan.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, KH Abdul Mu’ti, menyampaikan bahwa pemerintah telah menyiapkan alokasi anggaran sebesar Rp 35 miliar untuk mendukung penyaluran tunjangan khusus tersebut. Anggaran itu diperuntukkan bagi guru-guru yang terdampak bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Penjelasan tersebut disampaikan Kiai Mu’ti kepada Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Kabinet Paripurna yang digelar di Istana Negara, Jakarta, Senin, 15 Desember 2025. Dalam forum tersebut, Kemendikdasmen melaporkan kondisi terkini dampak bencana terhadap sektor pendidikan.
Baca: KUPI Desak Pemerintah Tetapkan Status Bencana Nasional untuk Banjir Sumatera
“Tunjangan khusus guru di daerah bencana, Rp 35 miliar untuk anggaran dari revisi. Yang kami sampaikan sebanyak 16.500 guru yang menerima bantuan, kemudian buat masing-masing menerima bantuan Rp 2 juta per guru, dan anggaran masih dalam proses revisi tahun 2025,” ujar Kiai Mu’ti.
Ia menjelaskan, bencana banjir dan longsor di tiga provinsi tersebut menyebabkan ribuan satuan pendidikan mengalami kerusakan dengan tingkat yang bervariasi. Kemendikdasmen masih melakukan pendataan lanjutan untuk memastikan kategori kerusakan setiap sekolah sebagai dasar penanganan lebih lanjut.
“Yang terdampak 767 PAUD, SD 1.343, SMP 621, SMA 268, SMK 136, PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) ada 23, Sekolah Luar Biasa 30, dan Lembaga Kursus dan Pelatihan 86. Total yang terdampak 3.274,” kata Kiai Mu’ti.
Dampak bencana tidak hanya dirasakan oleh satuan pendidikan, tetapi juga oleh peserta didik dan tenaga pendidik. Kemendikdasmen mencatat sebanyak 276.249 siswa terdampak langsung di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Selain itu, 25.936 guru turut mengalami dampak akibat banjir dan longsor yang terjadi di wilayah tersebut.
Dalam aspek pembelajaran, Kiai Mu’ti menegaskan bahwa Kemendikdasmen telah menyiapkan skema penyesuaian kurikulum bagi daerah terdampak bencana. Penyesuaian dilakukan secara bertahap sesuai dengan fase penanganan dan pemulihan.
Pada fase tanggap darurat selama 0 hingga 3 bulan, kurikulum disederhanakan dengan fokus pada kompetensi esensial, meliputi literasi dan numerasi dasar, kesehatan dan keselamatan diri, dukungan psikososial, serta edukasi mitigasi bencana.
“Untuk pemulihan dini 3-12 bulan, kurikulum adaptif berbasis krisis. Kemudian yang kedua, program pemulihan pembelajaran. Tiga, pembelajaran fleksibel dan diferensiasi. Empat, sistem asesmen transisi, asesmen berbasis portofolio, atau untuk kerja sederhana,” ujar Kiai Mu’ti.
Ia menambahkan, pada tahap pemulihan lanjutan selama 1 hingga 3 tahun, kebijakan pendidikan akan diarahkan pada penguatan sistem secara berkelanjutan.
“Kemudian, pemulihan lanjutan 1-3 tahun, integrasi permanen pendidikan kebencanaan, penguatan kualitas pembelajaran, pembelajaran inklusif berbasis ketahanan, dan sistem monitoring evaluasi pendidikan darurat,” jelasnya.
Melalui kebijakan tunjangan khusus dan penyesuaian kurikulum ini, Kemendikdasmen berharap proses pemulihan pendidikan di wilayah terdampak banjir Sumatera dapat berjalan optimal sekaligus memberikan perlindungan nyata bagi guru dan siswa yang terdampak bencana.