Bukan Nuklir, Israel Punya Motif Lain Serang Iran, Kata Analis

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan peluncuran serangan udara terhadap Iran. Dok: AFP

Ikhbar.com: Israel melancarkan serangan udara ke Iran, yang menewaskan sejumlah tokoh penting, termasuk Kepala Garda Revolusi Islam (IRGC) Hossein Salami dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Mohammad Bagheri. Beberapa ilmuwan nuklir Iran juga dilaporkan menjadi korban.

Mengutip dari Al Jazeera, pada Sabtu, 14 Juni 2025, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyebut operasi militer bertajuk Rising Lion itu sebagai upaya untuk “menghapus ancaman terhadap kelangsungan hidup Israel” dan akan berlangsung “selama diperlukan.”

Serangan ini terjadi meskipun Amerika Serikat (AS) dan Iran tengah bernegosiasi soal program nuklir Teheran.

Israel menilai Iran mendekati kemampuan membuat senjata nuklir. Netanyahu menyebut Iran bisa menghasilkan senjata nuklir “dalam hitungan bulan.”

Baca: AS Ajak Negosiasi Nuklir, Iran: Telat!

Namun, laporan terbaru dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) memang menyoroti kurangnya kerja sama Iran, tetapi tidak menyatakan bahwa Iran tengah mengembangkan senjata nuklir.

Bahkan, intelijen AS hingga Maret lalu menyimpulkan bahwa Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, belum mengaktifkan kembali program nuklir militer yang dibekukan sejak 2003.

Motif serangan Israel ke Iran juga diyakini tidak semata-mata soal ancaman militer. Netanyahu selama ini menggambarkan Iran sebagai “kepala gurita” dari jaringan kelompok perlawanan seperti Houthi, Hezbollah, dan Hamas.

Dengan lemahnya kelompok-kelompok itu sejak perang di Gaza meletus pada Oktober 2023, para tokoh garis keras Israel menilai ini momen emas untuk melemahkan Iran secara langsung, bahkan membuka jalan bagi perubahan rezim di Teheran.

Namun, analis menilai langkah Netanyahu tak lepas dari tekanan politik domestik. Ia tengah menghadapi berbagai tuntutan, termasuk potensi jatuhnya pemerintahan dan kasus korupsi.

Kritik menyebutnya menggunakan konflik sebagai alat bertahan politik. Meski demikian, serangan ke Iran ini justru menggalang dukungan dari oposisi dalam parlemen Israel.

Baca: Balas Israel, Iran Luncurkan Ratusan Rudal Balistik

Dari sisi hukum internasional, para ahli menyebut Israel kemungkinan kembali melanggar hukum.

Profesor Michael Becker dari Trinity College Dublin menyatakan bahwa serangan itu tidak memenuhi kriteria pembelaan diri menurut Piagam PBB, karena tidak ada serangan langsung atau ancaman nyata dari Iran.

Dukungan AS masih menjadi penopang utama Israel, baik dalam persenjataan maupun perlindungan diplomatik di PBB.

Namun serangan ke Iran dipandang sebagai langkah berisiko yang bisa memicu eskalasi di seluruh kawasan Timur Tengah, mengingat jaringan sekutu Iran yang tersebar luas dan kehadiran militer AS di kawasan.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.