Ikhbar.com: Jauh sebelum istilah nasionalisme populer, KH Abbas Abdul Jamil, yang lebih dikenal dengan Kiai Abbas Buntet, sudah menanamkannya melalui lembaga pendidikan. Pada 1920-an, beliau mendirikan madrasah di Pondok Buntet Pesantren Cirebon dan menamainya “Madrasah Wathaniyah,” yang berarti madrasah kebangsaan. Setelah Nahdlatul Ulama (NU) berdiri, barulah lembaga pendidikan itu diseragamkan menjadi Madrasah NU.
Menurut anggota Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD), Dr. K. Mohammad Fathi Royyani, penamaan selaras dengan semangat kebangkitan nasional yang kian tumbuh di masa itu.
“Kiai Abbas menggunakan lembaga pendidikannya untuk menanamkan nasionalisme, perlawanan, dan semangat kebangsaan,” ujar Kiai Fathi, sapaan akrabnya, dalam program Sinikhbar | Siniar Ikhbar bertajuk “Kupas Tuntas Peran Kepahlawanan Kiai Abbas” di Ikhbar TV, dikutip pada Sabtu, 25 Oktober 2025.

Baca: Kiai Abbas Sang Peretas Batas
Madrasah Wathaniyah menjadi tempat santri belajar ilmu agama sekaligus menumbuhkan kecintaan pada tanah air. Nilai hubbul watan minal iman atau cinta tanah air sebagai bagian dari iman, menjadi roh pendidikan di sana.
Melalui madrasah ini, Kiai Abbas melahirkan kader yang berpikiran terbuka dan siap berperan di berbagai bidang, mulai dari ulama, birokrat, hingga pejuang kemerdekaan.
Kiai Fathi menceritakan, pada masa itu, dua kelompok besar Syarikat Islam (SI), yang dikenal sebagai “putih” dan “merah,” bahkan datang meminta nasihat kepada Kiai Abbas.
“Kiai Abbas menjadi jangkar, menjadi pendulum yang menyeimbangkan gerak pergerakan nasionalisme,” tutur sosok yang juga tercatat sebagai peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tersebut.
Peran Kiai Abbas tidak berhenti di ruang kelas. Beliau ikut mengonsolidasikan para ulama dan santri di berbagai daerah menjelang pertempuran 10 November 1945. Perjalanan dari Cirebon menuju Surabaya bukan hanya perjalanan fisik, tetapi simbol penyatuan semangat kebangsaan.
Baca: ‘Kubur Baju dan Senjata Kalian!’ Makna Ikhlas di Balik Perintah Kiai Abbas
Kiai Abbas memahami bahwa kemerdekaan hanya bermakna bila berpijak pada ilmu dan iman. Madrasah Wathaniyah menjadi bukti bahwa pendidikan bisa menjadi sarana perjuangan yang setara pentingnya dengan pertempuran bersenjata.
“Beliau menanamkan semangat kebangsaan lewat pendidikan jauh sebelum istilah itu digembar-gemborkan,” katanya.