Ikhbar.com: Setidaknya ada enam macam alasan dan pandangan yang mampu mendorong seseorang untuk memantapkan pilihannya pada pemilihan umum (pemilu), terutama terhadap calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Demikian disampaikan psikolog sekaligus Founder Griya Jiva Pranacitra, Jakarta, Ny. Hj. Dr. Rihab Said Aqil. Menurutnya, seseorang bisa didominasi oleh satu atau kombinasi dari enam aspek tersebut.
“Pertama, tipe pemilih yang objektif. Pemilih jenis ini akan menjadikan visi-misi, fakta, rekam jejak, dan informasi komprehensif lainnya sebagai dasar dalam menentukan pilihan,” kata Nyai Rihab, sapaan karibnya, kepada Ikhbar.com, pada Jumat, 9 Februari 2024.
Baca: Zuhud Pemilu, Siap Menang Siap Kalah
Karakter pemilih
Kedua, lanjut dia, aspek sentimen. Rasa suka maupun tidak suka terhadap gaya komunikasi, penampilan, atau personalitas kandidat akan sangat menentukan pemilih jenis ini.
“Bahkan, bisa juga tidak langsung menyasar ke kandidat, tetapi karena ada sentimen terhadap para pendukung di dalamnya. Misalnya, karena di calon A didukung oleh orang yang tidak dia suka, maka dia merasa lebih baik memilih B,” terang dia.
Putri ulama karismatik, Prof. Dr. KH Said Aqil Siroj tersebut melanjutkan, tipe pemilih ketiga adalah mereka yang menjadikan identitas sebagai pertimbangan prioritas dalam menentukan pilihan.
“Pemilih jenis ini akan mengutamakan pertimbangan kategorisasi sosial, keyakinan, budaya, nilai, maupun identitas lain yang menempel para kandidat atau keumuman pendukungnya,” jelasnya.
“Keempat, aspek loyalitas. Sebagian pemilih cenderung setia untuk menjatuhkan pilihannya terhadap sosok yang dianggap masih memiliki nilai yang sesuai dengan peristiwa atau momentum sebelumnya,” sambung Nyai Rihab.
Jenis pemilih berikutnya adalah mereka yang justru memasrahkan keputusan atau pilihannya kepada figur yang dipanuti. Aspek ini biasa disebut dengan patron atau patronase.
“Misalnya, mengikuti pilihan sang guru, tokoh politik, artis pujaan, dan sejenisnya,” katanya.
Terakhir, pragmatis. Menurut Nyai Rihab, pemilih jenis ini secara terang benderang menargetkan timbal balik secara materi, baik berupa uang, sembako, iming-iming jabatan, atau lainnya.
Baca: Kelola Jiwa di Tengah Kepungan Dunia Maya, Tips dari Nyai Rihab Said Aqil
Kiat menjaga mental health
Di sisi lain, lanjut Nyai Rihab, praktik dukung-mendukung dalam pemilu akan membawa dampak yang kurang baik bagi kesehatan jiwa jika dilakukan secara berlebihan, atau tanpa perhitungan yang mengutamakan pada prinsip kemaslahatan.
“Mental health alias kesehatan mental sebagian masyarakat kerap terdampak polarisasi politik praktis,” katanya.
Oleh karena itu, Nyai Rihab menyarankan tiga kiat agar masyarakat sebagai pemegang hak pilih tidak justru hanya menerima risiko, tetapi mendapatkan manfaat dari tujuan digelarnya sebuah pesta demokrasi.
“Pertama, yang namanya ‘pesta,’ maka hadapi momentum pemilu ini dengan sikap riang, gembira, dan terbuka,” katanya.
Kedua, lanjut Nyai Rihab, penting juga bagi masyarakat untuk menghindari segala bentuk fanatisme buta.
“Fanatik buta ini berpotensi menumbuhkan hasrat untuk menyerang orang lain yang berbeda pilihan,” katanya.
Ketiga, Nyai Rihab menyarankan calon pemilih atau pendukung kandidat dalam pemilu untuk lebih mengutamakan diskusi, bukan debat kusir saat menguji atau menguatkan pilihannya.
“Pahami juga psikologis pemilih serta hargai pilihan orang lain,” tutupnya.