Ikhbar.com: Dalam banyak kitab fikih, persoalan yang mula-mula dibahas sebelum praktik ibadah ialah cara bersuci atau taharah. Bersuci memiliki kedudukan penting sebagai salah satu indikator keabsahan suatu ibadah. Ibadah salat tidak dianggap sah kecuali diawali dengan kegiatan bersuci.
Taharah diambil dari Bahasa Arab yang merupakan sinonim dari nazhafah yang berarti “bersih”. Jika ditilik dari sisi terminologi, taharah memiliki banyak makna. Di antara makna terminologi yang populer ialah sebagaimana yang dikatakan fuqaha (ahli-ahli fikih), bahwa taharah atau bersuci adalah mengerjakan sesuatu yang dapat membolehkan (mengesahkan) beribadah salat, yaitu berwudu, mandi besar, tayamum dan menghilangkan najis.
Berwudu dan mandi besar berguna untuk menghilangkan hadas. Sedangkan tayamum tidak dapat menghilangkan hadas, melainkan sebagai pengganti wudu dan mandi besar tatkala tidak ada air. Tayamum berfungsi untuk membolehkan seseorang melakukan salat.
Ada perbedaan mendasar antara najis dan hadas. Najis ialah perkara yang kasat mata yang dapat menghalangi keabsahan salat, seperti air seni dan darah. Sedangkan hadas adalah perkara maknawi yang ada di dalam jasad dan tidak dapat dirasakan indera.
Perbedaan najis dan hadas secara implikasi dan hukum fikihnya bisa dilihat dari sejumlah hal;
Pertama, dari segi niat. Niat menjadi syarat untuk menghilangkan hadas. Sedangkan untuk menghilangkan najis, tidak dibutuhkan niat.
Kedua, air. Dalam menghilangkan hadas, air juga menjadi syarat. Sedangkan untuk menghilangkan najis, tidak harus dengan air. Istinja (membersihkan anus setelah buang air besar), misalnya, bisa dilakukan dengan menggunakan batu.
Ketiga, penghilangan najis diharuskan untuk membersihkan mahal (tempat) najis sampai hilang ain (zat) najisnya. Sedangkan untuk hadas, cukup membasuh seluruh anggota badan jika hadas besar, dan cukup membasuh anggota wudu jika hadas kecil.
Keempat, menghilangkan hadas tidak perlu membeda-bedakan dan tertib. Misalnya, ketika dalam satu waktu kemudian kentut lalu buang air kecil dan buang air besar, maka tidak harus menghilangkan hadas tersebut satu per satu, melainkan langsung sekaligus. Ini berbeda dengan najis. Jika dalam satu waktu di tangan kita terkena kotoran binatang, setelah itu kaki dan muka, maka kita harus membersihkannya satu per satu.
Kelima, berkaitan dengan pengganti dari menghilangkan hadas dan najis. Jika hadas, maka menghilangkannya bisa digantikan dengan tayamum. Sedangkan najis, tidak bisa digantikan dengan tayamum. Namun pendapat ulama Hanabilah mengatakan membersihkan najis bisa diganti dengan tayamum.
Akan tetapi, baik najis maupun hadas, keduanya harus disucikan melalui taharah ketika hendak mendirikan salat. Seorang muslim hendaknya memperhatikan tata cara bersuci agar ibadah salat yang dilakukannya sesuai dengan syariat, sehingga dapat dinilai sah secara fikih.