Ikhbar.com: Maraknya aktivitas belanja online membuat Dewan Syariah Nasional mengeluarkan panduan khusus melalui Fatwa No. 146/DSN-MUI/XII/2021 tentang Online Shop Berdasarkan Prinsip Syariah. Aturan ini ditetapkan agar umat Islam memiliki pedoman yang jelas ketika bertransaksi di dunia digital.
Fatwa tersebut lahir dari kebutuhan mendesak akan kepastian hukum syariah di tengah pesatnya pertumbuhan e-commerce. Dalam ketentuannya, transaksi online dinyatakan boleh menurut syariah, asalkan mengikuti prinsip dasar seperti akad yang sah, kejelasan informasi, serta memastikan barang atau jasa yang diperdagangkan halal.
Namun, penerbitan fatwa ini juga menjadi jawaban atas praktik jual beli online yang kerap menyalahi aturan Islam. Dewan Syariah menemukan masih banyak kasus tadlis (penipuan), ghisy (penyembunyian cacat), hingga najasy (permainan harga palsu) yang merugikan konsumen.
Baca: Survei: TikTok dan Shopee Jadi Aplikasi Belanja Online Paling Digandrungi Gen Z
“Fatwa ini hadir karena praktik jual beli online masih banyak yang tidak memiliki batasan syariah yang jelas. Maka dibutuhkan panduan agar transaksi tetap sah dan membawa berkah,” demikian bunyi salah satu pertimbangan dalam fatwa tersebut.
Rambu-rambu jual beli online
Dalam ketentuan syariah, ijab dan qabul wajib berlangsung dalam satu majelis akad, baik tatap muka maupun melalui media digital seperti WhatsApp, email, SMS, atau platform e-commerce. Penjual juga harus memberikan informasi secara transparan terkait produk, harga, biaya kirim, dan estimasi pengiriman.
Selain itu, pembeli memiliki hak khiyar, yaitu hak membatalkan transaksi bila barang yang diterima tidak sesuai kesepakatan. Jika barang rusak akibat kelalaian jasa ekspedisi, maka pihak ekspedisi bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut.
Meski demikian, sebagian pelaku usaha daring mengaku perlu waktu beradaptasi. Mereka khawatir ketentuan ini bisa membatasi strategi pemasaran yang selama ini umum dipakai.
Dewan Syariah menegaskan, semua aturan yang tercantum dalam fatwa disusun berlandaskan nilai keadilan, kejujuran, dan kerelaan kedua belah pihak. Rujukannya berasal dari Al-Qur’an, hadits, kaidah fikih, serta fatwa yang sudah ada sebelumnya.
Penyelesaian sengketa
Apabila terjadi perselisihan antara penjual dan pembeli, penyelesaian dianjurkan dilakukan melalui musyawarah terlebih dahulu. Jika tidak tercapai kesepakatan, maka perkara dapat dibawa ke Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau Pengadilan Agama sesuai aturan hukum yang berlaku.
Dengan hadirnya fatwa ini, diharapkan umat Islam bisa bertransaksi online secara lebih aman, jujur, dan sesuai syariah. Panduan ini juga menjadi upaya mencegah praktik curang yang dapat merugikan pembeli maupun penjual.