Assalamualaikum. Wr. Wb.
Ikhbar.com dan Kiai Alam, saya Mohammad Rusydi, dari Semarang.
Saya ingin bertanya, bagaimana fikih keluarga Islam mengatur tentang harta gono-gini (baku: gana-gini)? Apa yang mempengaruhi besar kecilnya pembagian harta gono-gini?
Terima kasih.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Jawaban:
Waalaikumsalam. Wr. Wb.
Bapak Mohammad Rusydi yang baik, terima kasih atas pertanyaannya.
Gana-gini merupakan istilah dari harta yang diperoleh secara bersama dalam sebuah ikatan pernikahan. Meskipun sang istri tidak ikut bekerja, misalnya, tetapi dukungan yang telah diberikan termasuk ke dalam hitungan andil karena ikut menentukan semangat suami dalam mencari nafkah.
Jika merujuk pada Pasal 35 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka harta dalam sebuah ikatan pernikahan terbagi menjadi empat bagian. Yakni:
- Harta gana-gini
- Harta bawaan
- Harta hadiah
- Harta warisan
Dari situ kita bisa melihat bahwa harta gana-gini bukan termasuk alias berbeda dengan waris. Sebagai contoh, seorang laki-laki memiliki harta berupa uang Rp100 juta, satu rumah, dan satu unit mobil, kemudian setelah menikah, harta yang dimiliki itu berkembang pesat menjadi uang Rp5 miliar, tiga unit rumah, dan tiga mobil. Maka, yang termasuk harta bersama istrinya adalah dua unit rumah, dua unit mobil, dan uang tunai sejumlah Rp4,9 miliar.
Baca: Hukum Arisan Menurut Fikih
Ketika terjadi perceraian atau kematian, harta bersama itu bisa dibagi sesuai ketentuan pengadilan. Jika suaminya meninggal, maka istri bisa mendapatkan beberapa bagian dari harta bersama itu. Misalnya, pengadilan memutuskan bahwa istri mendapatkan separuh dari keseluruhan harta tersebut, maka harta yang dapat diberikan kepada ahli waris adalah satu unit rumah, satu unit mobil, dan uang tunai sejumlah Rp2,450 miliar. Sedangkan istri masih tetap berhak atas harta waris dengan sebesar 1/8 dan sisanya dibagi untuk anak-anak.
Jika merujuk pada fikih, tidak ada literasi tertulis terkait hukum gana-gini. Karena hal ini sudah dipertegas dalam QS. An-Nisa ayat 11:
يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْٓ اَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِ ۚ فَاِنْ كُنَّ نِسَاۤءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۚ وَاِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۗ وَلِاَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ اِنْ كَانَ لَهٗ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلَدٌ وَّوَرِثَهٗٓ اَبَوٰهُ فَلِاُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ فَاِنْ كَانَ لَهٗٓ اِخْوَةٌ فَلِاُمِّهِ السُّدُسُ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْۚ لَا تَدْرُوْنَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
“Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Untuk kedua orang tua, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua orang tuanya (saja), ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, ibunya mendapat seperenam. (Warisan tersebut dibagi) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan dilunasi) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Jadi, jelas bahwa harta gana-gini tidak tercantum dalam Al-Qur’an. Jika suami meninggal dunia dengan harta Rp5 miliar, maka uang senilai itulah yang langsung dihitung sebagai waris, meskipun istri memberi support secara totalitas dalam mencari nafkah. Wallahu a’lam.
Wassalamualaikum. Wr. Wb
Penjawab: KH Ahmad Alamuddin Yasin, Pakar Hukum Keluarga Islam, Pengasuh Pondok Darussalam Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat.