Ikhbar.com: Panglima perang pasukan Muslim, Khalid bin Walid sempat terkejut. Di tengah kesibukannya menyusun strategi untuk menggempur Byzantium, tiba-tiba ia menerima surat pencopotan dari Khalifah Umar bin Khattab.
Meski penasaran dengan alasan reshuffle yang mengenai dirinya itu, Khalid tidak marah. Panglima yang selalu memenangkan pertempuran itu tidak langsung membacakan surat perintah di tengah rapat yang tengah ia pimpin. Khalid hanya ingin menyelesaikan rapat penyusunan strategi itu tetap mulus tanpa gangguan sedikit pun.
Barulah setelah rapat selesai, Khalid menyerahkan jabatannya kepada Abu Ubaidah bin Al Jarrah. Usai serah terima jabatan, dia langsung kembali ke Madinah untuk melapor kepada Khalifah Umar bahwa segala perintahnya telah dilaksanakan dengan tanpa hambatan.
Khalid pun meminta penjelasan terkait reshuffle tersebut. Dia khawatir ada kekeliruan yang diperbuat selama memimpin perang. Khalid memang punya kelemahan di bidang tata administrasi dan pembukuan. Namun, dia yakin tidak pernah keliru dalam perhitungan keuangan dari dana perjuangan tersebut.
Mendengar pertanyaan Khalid, Khalifah Umar menegaskan bahwa reshuffle tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan kelemahan Khalid di bidang administrasi dan pembukuan. “Itu soal yang bisa dimaafkan,” kata Khalifah.
“Tetapi, sebagai khalifah aku bertanggung jawab atas akidah umat. Engkau adalah pahlawan perkasa yang tidak dapat dikalahkan di setiap medan pertempuran. Akibatnya, rakyat mulai menyanyikan lagu-lagu pujian untukmu, dan tidak lagi memuji dan memuja Allah semata. Aku khawatir mereka menjadi syirik. Sebagai penanggung jawab aku harus membuktikan kepada seluruh umat bahwa semata sebagai hamba Allah aku mampu memecat Khalid bin Walid sebagai panglima perang yang masyhur,” kata Umar.
Dalam Al-Bidayah wan Nihayah disebutkan, Khalifah Umar berkata, “Sesungguhnya aku tidak mencopot Khalid bin Walid karena marah atau pun dia berkhianat, tetapi manusia telah terfitnah dan aku ingin manusia tahu bahwa Allah-lah yang membuat kemenangan.”
Setelah merasa puas dengan penjelasan Khalifah Umar, Khalid pun menerima keputusan tersebut dengan penuh keikhlasan. Khalid mundur dari hadapan Khalifah Umar, tetapi dia tidak pulang untuk beristirahat. Melainkan kembali bertempur di medan perang dan tidak lagi menjadi panglima perang, melainkan sebagai prajurit biasa.
Setibanya di medan perang, pasukan pun terheran-heran melihat Khalid lantaran masih mau bertempur setelah di-reshuffle. Menanggapi reaksi para tentara Islam tersebut, Khalid pun berseru, “Aku bertempur dan berjuang tidak karena Khalifah Umar, tetapi aku berjuang karena Allah semata!”