Ikhbar.com: Di zaman kenabian Musa AS, hiduplah seorang saudagar kaya raya yang tidak memiliki anak. Satu-satunya ahli waris saudagar tesebut adalah anak saudaranya. Diduga tidak sabar menunggu untuk mendapatkan warisan, sang kemenakan pun akhirnya membunuh pamannya sendiri.
Usai berhasil melakukan pembunuhan berencana tersebut, di malam harinya sang pelaku mengangkat jenazah korban kemudian diletakkan di depan rumah orang lain. Keesokan harinya, sebagian masyarakat menuduh si pemilik sebagai pelaku pembunuhan. Sementara itu, ada juga kelompok lain yang menyangkalnya.
Perdebatan dan pertengkaran pun muncul. Lantas, seseorang mengusulkan agar mereka mendatangi Nabi Musa dan menanyakan tentang pelaku dalam peristiwa pembunuhan saudagar tersebut.
“Wahai Musa, engkau Nabi Allah, maka tanyakanlah kepada Allah siapa yang membunuh lelaki itu?” Lalu Nabi Musa memohon kepada Allah SWT, kemudian dijawab dengan firman;
وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِقَوْمِهٖٓ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تَذْبَحُوْا بَقَرَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا ۗ قَالَ اَعُوْذُ بِاللّٰهِ اَنْ اَكُوْنَ مِنَ الْجٰهِلِيْنَ
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya, ‘Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.’”’ Mereka berkata, ‘Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?’ Musa menjawab, ‘Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil’. (QS. Al-Baqarah: 67)
Mendengar perintah untuk menyembelih sapi betina, mereka langsung memberikan respons negatif. Mereka menuduh Musa mempermainkan atau mengolok-olok mereka. Mereka berpikir, apa hubungannya mencari sang pembunuh dengan menyembelih seekor sapi betina.
Atas tudingan itu, Nabi Musa menjawab, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil.”
Dipilihnya sapi untuk disembelih memang merupakan satire atas peristiwa penyembahan sebagian masyarakat Bani Israil terhadap patung anak lembu yang pernah dibuat Musa Samiri. Untuk mengikis habis sisa-sisa kultus terhadap sapi dari hati dan pikiran mereka, maka mereka diturunkanlah perintah tersebut.
Mencari seekor sapi sejatinya bukanlah pekerjaan sulit di masa itu. Tetapi kalangan Bani Israil malah bertanya tentang sifat sapi yang akan disembelih itu. Allah SWT berfirman;
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَّنَا مَا هِيَ ۗ قَالَ اِنَّهٗ يَقُوْلُ اِنَّهَا بَقَرَةٌ لَّا فَارِضٌ وَّلَا بِكْرٌۗ عَوَانٌۢ بَيْنَ ذٰلِكَ ۗ فَافْعَلُوْا مَا تُؤْمَرُوْنَ
“Mereka menjawab. ‘Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu.’ Musa menjawab, ‘Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu”. (QS. Al-Baqarah: 68)
Kalimat yang digunakan, yakni “mohonkanlah kepada Tuhanmu…” menunjukkan betapa hingga saat itu mereka tidak mengakui keberadaan Allah SWT. Dengan kesal, Nabi Musa pun menjelaskan bahwa sapi yang akan disembelih adalah sapi yang tidak tua, tidak pula muda. Akan tetapi mereka tidakk langsung mencarinya, melainkan kembali bertanya soal warna. Allah SWT berfirman;
قَالُوا۟ ٱدْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا لَوْنُهَا ۚ قَالَ إِنَّهُۥ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَآءُ فَاقِعٌ لَّوْنُهَا تَسُرُّ ٱلنَّٰظِرِينَ
“Mereka berkata, ‘Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya.’ Musa menjawab, ‘Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya.” (QS. Al-Baqarah: 69)
Bani Israil tidak menyadari bahwa dengan terus bertanya, maka tugas mereka menjadi semakin berat. Allah SWT berfirman;
قَالُوا۟ ٱدْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا هِىَ إِنَّ ٱلْبَقَرَ تَشَٰبَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّآ إِن شَآءَ ٱللَّهُ لَمُهْتَدُونَ
“Mereka berkata, ‘Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu).” (QS. Al-Baqarah: 70)
Mereka terus bertele-tele dan mengulur waktu dengan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Mereka hanya sedang membuktikan ketidakpatuhan terhadap Nabi Musa AS dan Allah SWT.
الَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا ذَلُولٌ تُثِيرُ الْأَرْضَ وَلَا تَسْقِي الْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌ لَا شِيَةَ فِيهَا ۚ قَالُوا الْآنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ ۚ فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُوا يَفْعَلُونَ
“Musa berkata, ‘Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.’ Mereka berkata, ‘Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya.’ Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.” (QS. Al-Baqarah: 71)
Setelah menceritakan tentang perintah menyembelih seekor lembu betina yang disampaikan Nabi Musa kepada Bani Israil, dan bagaimana Bani Israil banyak tanya tentang sifat sapi yang disembelih itu, barulah Allah SWT menyebutkan latar belakang kenapa perintah itu. Allah SWT berfirman;
وَإِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَٱدَّٰرَْٰٔتُمْ فِيهَا ۖ وَٱللَّهُ مُخْرِجٌ مَّا كُنتُمْ تَكْتُمُونَ
“Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan.” (Q.S Al-Baqarah: 72)
Setelah sapi yang diminta pun ditemukan, disembelih, lalu dipotong ekornya yang kemudian dipukulkan kepada jasad korban pembunuhan itu. Lelaki saudagar yang sudah meninggal itu tiba-tiba bangun dan mengatakan bahwa yang membunuhnya adalah anak saudaranya sendiri. Lalu dia kembali meninggal. Allah SWT berfirman:
فَقُلْنَا ٱضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا ۚ كَذَٰلِكَ يُحْىِ ٱللَّهُ ٱلْمَوْتَىٰ وَيُرِيكُمْ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Lalu Kami berfirman: “Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu !” Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dam memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaanNya agar kamu mengerti.” (Q.S. Al-Baqarah: 73)