Ikhbar.com: Kisah perjuangan Nabi Zakaria As untuk mendapatkan keturunan yang termaktub dalam permulaan QS. Maryam patut dijadikan teladan. Dalam cerita tersebut, umat Islam diajarkan untuk tidak putus asa akan kasih sayang Allah Swt.
Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam Mafatihul Ghaib menjelaskan, hingga Nabi Zakaria menginjak usia 100 tahun dan istrinya 99 tahun, keduanya tak juga mendapatkan momongan. Tetapi keduanya tetap memohon kepada Allah Swt agar segera diberikan keturunan.
“Meski memasuki usia senja, Nabi Zakaria tidak pernah putus semangat untuk terus berdoa memohon kebaikan dari Allah berupa keturunan. Allah pun mengabulkan permohonannya, yaitu lahirnya Nabi Yahya sebagai hadiah atas keteguhan hati keluarga Zakaria,” jelas Imam Fakhruddin.
Baca: Kisah-kisah di Bulan Muharam, dari Nabi Musa hingga Peristiwa Karbala
Berikut adalah doa Nabi Zakariya saat meminta diberikan keturunan:
رَبِّ اِنِّيْ وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّيْ وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَّلَمْ اَكُنْۢ بِدُعَاۤىِٕكَ رَبِّ شَقِيًّا. وَاِنِّيْ خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَّرَاۤءِيْ وَكَانَتِ امْرَاَتِيْ عَاقِرًا فَهَبْ لِيْ مِنْ لَّدُنْكَ وَلِيًّا ۙ. يَّرِثُنِيْ وَيَرِثُ مِنْ اٰلِ يَعْقُوْبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا
Rabbi innī wahanal-‘aẓmu minnī wasyta‘alar-ra’su syaibaw wa lam akum bidu‘ā’ika rabbi syaqiyyā(n). Wa innī khiftul-mawāliya miw warā’ī wa kānatimra’atī ‘āqiran fahab lī mil ladunka waliyyā(n). Yariṡunī wa yariṡu min āli ya‘qūba waj‘alhu rabbi raḍiyyā(n).
“Wahai Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah, kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku tidak pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, wahai Tuhanku. Sesungguhnya aku khawatir terhadap keluargaku sepeninggalku, sedangkan istriku adalah seorang yang mandul. Anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu. (Seorang anak) yang akan mewarisi aku dan keluarga Ya‘qub serta jadikanlah dia, wahai Tuhanku, seorang yang diridai.” (QS. Maryam: 4-6)
Dikutip dari Tafsir Al-Qur’an Al-Azim karya Imam Ibnu Katsir, Imam Qatadah menjelaskan, pada ayat sebelumnya digambarkan bahwa Nabi Zakaria berdoa kepada Allah dengan nada lirih. Hal itu dilakukannya atas dasar cinta kepada Sang Maha Kuasa.
“Sesungguhnya Allah Swt mengetahui hati orang yang bertakwa, dan mendengar suara yang perlahan. Sebagian ulama salaf mengatakan, Nabi Zakaria bangun di tengah malam, sedangkan semua muridnya telah tidur, lalu dia berbisik kepada Tuhannya seraya berdoa dengan suara yang lembut,” kata Imam Qatadah.
Menurutnya, saat itu Nabi Zakaria melampiaskan curhatannya kepada Allah. Ia menyebut bahwa dirinya begitu lemah secara fisik.
“Sungguh tulangku telah lemah. Kepalaku telah dipenuhi uban,” kata Nabi Zakaria.
Nabi Zakaria terus bermunajat dan bermanja kepada Allah Swt. Meskipun sebenarnya Sang Maha Kuasa tahu permasalahan yang dihadapi hambanya itu.
Di dalam benaknya, Nabi Zakaria tetap yakin bahwa Tuhannya itu tak pernah mengecewakan.
“Dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku,” ujarnya.
Imam Al-Baidhawi dalam Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Takwil menjelaskan, pujian Nabi Zakaria itu merupakan sebuah tawasul dalam berdoa kepada Allah.
“Pujian Nabi Zakaria kepada Allah itulah yang menjadi penguat dalil bolehnya seseorang bertawasul kepada para kekasih Allah dan amal saleh ketika memanjatkan doa kepada-Nya,” jelas Imam Al-Baidhawi.
Singkat cerita, Allah Swt pun akhirnya mengabulkan doa Nabi Zakaria. Hal itu seperti tertuang dalam QS. Maryam: 7. Allah Swt berfirman:
يٰزَكَرِيَّآ اِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلٰمِ ِۨاسْمُهٗ يَحْيٰىۙ لَمْ نَجْعَلْ لَّهٗ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا
“Wahai Zakaria, Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki yang bernama Yahya yang nama itu tidak pernah Kami berikan sebelumnya.”