Ikhbar.com: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah, KH Cholil Nafis menegaskan bahwa tujuan dakwah adalah politik keadaban.
Hal itu disampaikan Kiai Cholil seiring selesainya masa pencoblosan Pemilu 2024. Ia menilai, pascapemilihan kerap menimbulkan potensi perpecahan.
“Tujuan kita di dalam berdakwah itu adalah politik keadaban, membangun bangsa yang baik, bangsa yang adil, bangsa yang hukum, yang sejahtera,” kata Kiai Cholil dikutip dari laman muidigital pada Selasa, 20 Februari 2024.
Ia menegaskan, politik para dai atau penceramah itu bukan politik praktis untuk memenangkan partai atau salah satu presiden dan wakil presiden, tetapi bersama meraih cita-cita baldatun thayyibatun wa rabbul ghafur.
Kiai Cholil menambahkan, para dai harus memperjuangkan terkait kesejahteraan dan fasilitas umat dalam menjalankan ajaran agamanya masing-masing.
“Instrumen ini untuk memastikan masing-masing mendapatkan haknya. Lalu, ada representatif untuk memberikan inspirasi dan menjamin kebebasan beragama, berekspresi, mendapatkan haknya secara ekonomi dan sosial serta budaya. Itu kita perjuangkan,” tegas dia.
Kiai Cholil mengingatkan, para dai jangan sampai terjebak pada politik sektoral dan elektoral untuk dijadikan materi dakwah.
“Karena nanti ditakutkan akan menghilangkan esensinya dari dakwah Islam itu sendiri,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah, Depok, Jawa Barat itu.
Sebaliknya, ia mengajak dai untuk menyampaikan pentingnya prinsip demokrasi kepada umat. Hal itu perlu dilakukan agar bangsa Indonesia mampu menjadu lebih baik lagi.
“Para dai juga diharapkan selalu memasukkan ajaran Islam terkait dengan persatuan. Memasukkan ke dalam dakwah kita bagaimana membangun keadaban,” katanya.
Baca: Ketua NU Jabar Minta Masyarakat Tenang selama Rekap Suara Pemilu 2024
Sarana, bukan kekuasaan
Kiai Cholil mendorong para dai untuk menjadikan politik sebagai sarana, bukan tujuan mencapai kekuasaan.
“Politik itu untuk memasukkan ide-ide baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan mencapai kekuasaan,” tegas dia.
Lebih lanjut, Kiai Cholil menegaskan bahwa tugas utama para dai adalah untuk menyatukan umat.
Maka dari itu, ia menyayangkan adanya narasi-narasi negatif yang muncul sebelum atau sesudah pencoblosan Pemilu 2024.
“Meski demikian, saya kira pelaksanaan Pemilu 2024 ini berjalan dengan baik dan lancar,” katanya.
Ia mengajak para dai untuk bersama menghilangkan virus-virus kebencian atau perpecahan yang muncul setelah pemilu.
Menurutnya, persatuan umat dan bangsa harus menjadi agenda utama setelah pemilu. Sementara, kata dia, aspek politik yang saat ini tengah berjalan biarkan diproses oleh mereka yang terlibat dalam kontestasi.
“Tugas kita yang penting masyarakat damai tetap bersatu, bisa bekerja dengan baik tanpa terganggu apapun,” tandasnya.
Senada dengan itu, Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. KH Asrorun Niam Sholeh mengajak masyarakat untuk bersama merajut kebersamaan usai penyelenggaraan Pemilu 2024.
“Sebab tujuan kebersamaan adalah membangun Indonesia menuju Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur,” katanya.
Menurutnya, pemilu hanya sebagai instrumen untuk mewujudkan tujuan bernegara, yakni menciptakan kedamaian dan kesejahteraan umum.
“Hak suara telah kita tunaikan bersama, saatnya kembali membangun kebersamaan untuk membangun Indonesia,” kata dia.
Ia menilai, proses Pemilu 2024 ini berjalan cukup lancar. Capaian tersebut menurutnya patut disyukuri oleh masyarakat Indonesia.
“Tahapan memilih calon presiden dan calon wakil presiden, serta legislatif mulai dari tahapan pendaftaran, kampanye hingga pemilihan yang digelar hari ini berjalan dengan lancar dan tertib,” ujar dia.
Menurutnya, hal itu merupakan karunia dan nikmat yang harus disyukuri. Sebab secara tidak langsung hal itu menunjukkan kedewasaan masyarakat dalam berdemokrasi.
“MUI mengapresiasi penyelenggara dan masyarakat,” kata Prof. Niam.
Jangan jemawa
Ia berharap, penetapan hasil Pemilu 2024 nanti juga berjalan dengan lancar, tertib, damai, bermartabat, dan rekonsiliasi.
Prof. Niam mengimbau kepada para kontestan dan pendukung untuk menerima hasil resmi yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Hasil dari KPU harus diterima dengan lapang dada sebagai kemenangan bersama, kemenangan Indonesia,” jelasnya.
Selama proses penghitungan, Prof Niam meminta semua pihak untuk legowo menerima hasilnya. Menurutnya, menang dan kalah adalah hasil kontestasi.
“Perlu penyikapan yang positif untuk kemajuan dan kesejahteraan bersama, yang menang tidak jemawa dan menyikapinya dengan syukur serta bismillah untuk memulai khidmah,” ungkapnya.
Prof. Niam berpesan, kontestan yang kalah bisa menerimanya sebagai realitas tanpa melakukan tindakan yang melanggar hukum.
“Jika ada proses lanjutan, tetap dalam koridor hukum yang dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Prof. Niam mendorong agar adanya rekonsiliasi nasional dan mewujudkan harmoni, menguatkan ikatan persatuan nasional.