Ikhbar.com: Pemerintah Israel telah menahan lebih dari satu juta warga Palestina dari wilayah pendudukan, termasuk puluhan ribu anak-anak sejak 1967 lalu, begitu bunyi laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Saat ini, masih ada 5.000 warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara yang tersebar di Negeri Yahudi itu. Di antara mereka, terdapat sebanyak 160 orang berusia anak-anak dan sekitar 1.100 orang yang dipenjara tanpa melalui proses pengadilan.
Lembaga sipil non-pemerintah asal Palestina yang fokus pada pemberian dukungan dan pendampingan hak asasi manusia (HAM) para tahanan, Addameer menyebutkan, banyak orang Palestina yang ditahan berdasarkan penerapan hukum yang diskriminatif. Para tahanan juga mengalami tindak penganiayaan dan pencabutan hak-hak sipil mereka.
Jumlah tahanan Palestina di sel Israel mencapai 5.200 orang pada September 2023. Di antara mereka sedikitnya ada 33 perempuan dan 170 anak-anak.
Selain itu, Komisi Independen HAM Palestina juga melaporkan adanya kasus kelalaian medis di dalam fasilitas penjara yang menyebabkan penderitaan sekitar 700 tahanan asal Palestina. Termasuk, ada 24 tahanan yang didiagnosis menderita kanker.
Baca: Siapakah Hamas? Ini Profil dan Kekuatan Musuh Utama Israel di Gaza
Tahanan anak-anak
Anak-anak di bawah 18 tahun dari Tepi Barat banyak yang ditangkap, diinterogasi, dan ditahan oleh tentara Israel. Salah satu dakwaan paling umum terhadap mereka adalah pelemparan batu. Kejahatan ini oleh militer Israel bisa dituntut hingga 20 tahun penjara.

Dalam proses interogasi, militer Israel juga tidak menerapkan prosedur khusus untuk anak-anak sebagaimana acuan dalam aturan hukum Internasional. Para tersangka tidak didampingi pengacara atau bahkan melarang anggota keluarga calon tahanan anak-anak hadir selama proses interogasi.
Kebanyakan tahanan juga telah melaporkan mengalami perlakuan buruk, termasuk kekerasan fisik dan verbal serta pengakuan paksa selama interogasi. Meskipun Komite Anti Kekerasan dan Penyiksaan PBB meminta militer Israel mengirimkan rekaman proses interogasi tersebut pada Mei 2009, akan tetapi prosedur itu belum juga dilaksanakan.
Baca: Jalur Gaza dari Masa ke Masa
Sejumlah tokoh
Penjara Israel menahan sejumlah tokoh dari berbagai faksi yang ada di Palestina. Salah satu tokoh yang paling menonjol adalah Marwan Barghouti dari kelompok Fatah. Barghouti ditangkap pada 2002 karena peran pentingnya dalam intifada atau pemberontakan kedua. Meskipun telah divonis menjalani hukuman seumur hidup, Barghouti masih mempunyai pengaruh besar dari dalam sel.

Dalam negosiasi pertukaran tahanan Palestina dengan Israel, Hamas bersikeras untuk memasukkan nama Barghouti dalam kesepakatan tersebut. Sayangnya, Israel tidak mau menyetujui permintaan pembebasan tersebut.
Selain Barghouti, penjara Israel juga menahan Sekretaris Jenderal Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP), Ahmad Saadat. Pemimpin gerakan berhaluan kiri ini ditangkap pada 2006. Saadat divonis menjalani hukuman 30 tahun penjara atas perannya dalam pembunuhan Menteri Pariwisata Israel, Rehavam Zeevi pada 2001.
Berikutnya, ada Kayed Al-Fasfous. Dia adalah seorang pria Palestina berusia 34 tahun yang melakukan mogok makan terbuka sejak 3 Agustus 2023 untuk memprotes penahanannya tanpa tuduhan atau pengadilan. Al-Fasfous merupakan mantan tahanan yang menghabiskan kurang lebih tujuh tahun di penjara Israel.
Al-Fasfous ditangkap pada 2 Mei 2023 dan ditempatkan di bawah penahanan administratif. Dia belum didakwa melakukan kejahatan apapun dan pihak berwenang Israel belum mengungkapkan bukti yang mampu memberatkan hukumannya.
Aksi mogok makannya telah memicu kekhawatiran internasional. Kelompok HAM dan pemerintah dunia menyerukan pembebasannya. Masyarakat Tahanan Palestina (PPS) juga melaporkan bahwa kondisi kesehatan Al-Fasfous memburuk dan terancam meninggal dunia di penjara.