Ikhbar.com: Ratusan ribu orang di berbagai negara telah turun ke jalanan untuk menolak aksi kekejaman Israel di Jalur Gaza, Palestina. Selama dua bulan terakhir, gelombang demonstrasi itu telah terjadi dari Jakarta, Indonesia hingga San Fransisco, Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan data dari The Armed Conflict Location & Event Data Project (ACLED), sebuah organisasi non-pemerintah yang fokus pada pengumpulan data konflik, setidaknya sudah terjadi 7.283 aksi protes pro-Palestina di lebih dari 118 negara sejak 7 Oktober hingga 24 November 2023.
Tidak hanya melalui unjuk rasa, gelombang protes juga tak kalah banyak dilakukan melalui gerakan boikot produk pendukung Israel atau biasa disebut Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS).
Gerakan DBS juga sebenarnya bukan baru. Gelombang aksi ini pertama kali dilakukan oleh Koalisi Kelompok Masyarakat Sipil Palestina sejak 2005 silam.
Baca: MUI Haramkan Produk Israel, Download Fatwanya di Sini
Geliat kampus AS
Ratusan mahasiswa berkumpul di depan Perpustakaan Butler, Universitas Columbia. Mereka berorasi secara bergantian dengan mengangkat spanduk dan papan yang berisikan pesan dukungan terhadap perjuangan Palestina.
Aksi kompak mahasiswa salah satu kampus bergengsi New York, AS itu terjadi pada 12 Oktober 2023 lalu.
“Saya adalah mahasiswa di sebuah kampus yang memiliki kekuatan global yang begitu besar. Jadi, saya merasa perlu untuk bertindak. Menurut saya, isu ini akan menghubungkan dengan banyak persoalan lain, seperti kekerasan, kolonialisme, dan isu-isu yang seharusnya sangat ditentang AS,” kata seorang mahasiswa hukum di Universitas Columbia, Daria Mateescu (25), sebagaimana dikutip dari Al-Jazeera, Sabtu, 16 Desember 2023.
Mateescu adalah generasi pertama keturunan Rumania-Amerika yang memimpin kelompok mahasiswa Columbia University Apartheid Divest, sebuah koalisi yang terdiri dari sekitar 80 organisasi mahasiswa yang melihat Palestina sebagai garda depan pembebasan kolektif kaum marginal.
Dia mengatakan, pihak kampus telah mengabaikan aspirasi mahasiswa yang menyerukan divestasi Universitas Columbia di Tel Aviv, yang tidak dapat dihadiri warga Palestina dan Arab.
Mereka juga meminta penegasan tentang prinsip kebebasan berpendapat di kampus dan penerimaan kembali kelompok Mahasiswa untuk Keadilan di Palestina dan Suara Yahudi untuk Perdamaian (JVP), yang telah ditangguhkan pihak universitas pada November tahun lalu.
“Kami juga memboikot tempat-tempat seperti McDonald’s atau Starbucks,” katanya.
Baca: Telanjur Beli atau Diberi Produk Pro-Israel, Bagaimana Hukumnya?
Gerakan di Inggris
Di seberang Samudra Atlantik, tepatnya di Inggris, sekelompok mahasiswa Universitas York menggelar aksi demonstrasi bela Palestina.
“Saya menemukan banyak orang tidak ingin mengambil sikap mengenai hal ini. Karena dinilai akan berbalik pada dampak yang merugikan,” kata salah satu peserta aksi tentang alasan mengapa nama mereka minta dirahasiakan.
“Oleh karena itu, selain unjuk rasa, kami lebih baik melakukan boikot. Meski dalam tindakan kecil, tetapi itu setidaknya menghambat saluran uang yang akan digunakan Israel untuk melakukan kekerasan di Gaza,” kata dia.
Pawai aksi bela Palestina di London juga terjadi pada 25 November 2023 lalu. Mereka menuntut gencatan senjata Israel-Hamas diterapkan secara permanen.
Baca: Gerakan Boikot bikin Setengah Penjualan Produk Pro-Israel Ambrol
Jenis-jenis boikot
Secara garis besar, berbagai aksi boikot yang digelar demi melawan aksi kekerasan Israel di Palestina tersebut terbagi ke dalam empat kategori:
Pertama, boikot konsumen, yakni penyetopan pembelian produk dari perusahaan yang terbukti terlibat dalam pelanggaran terhadap warga Palestina. Kedua, divestasi, yakni aksi menekan pemerintah dan institusi untuk berhenti berbisnis dengan perusahaan yang memungkinkan pendudukan Israel atas tanah Palestina.
Aksi ketiga melalui kampanye dan seruan kepada masyarakat dan institusi agar mereka mau menekan merek dan layanan agar mengakhiri keterlibatannya dalam pelanggaran terhadap warga Palestina.
Keempat, boikot organik, yaitu boikot yang dilakukan masyarakat akar rumput terhadap merek yang secara terbuka mendukung kekerasan Israel terhadap warga Palestina.
Salah satu pendiri gerakan BDS, Omar Bargouhti mengatakan, Israel telah mendedikasikan seluruh kementerian di pemerintahannya untuk memerangi gerakan boikot baik yang dilakukan di dalam Palestina maupun luar negeri melalui negara sekutu mereka.
“Padahal, berdasarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, gerakan BDS ini dengan tegas menentang segala bentuk rasisme, termasuk islamofobia dan anti-Semitisme. BDS menargetkan keterlibatan, bukan identitas,” kata Barghouti.
Oleh karena itu, Barghouti memastikan dan menegaskan bahwa boikot yang terjadi di seluruh dunia terhadap McDonald’s, Burger King, Pizza Hut, Papa John’s dan perusahaan lainnya saat ini berasal dari kampanye akar rumput organik, bukan diprakarsai gerakan BDS.
“Salah satu alasan utama boikot ini adalah karena cabang atau waralaba perusahaan tersebut di Israel secara terbuka mendukung dan memberikan sumbangan dalam bentuk barang kepada militer Israel selama serangannya,” katanya.
Baca: Daftar Produk ‘Pendukung’ Israel versi Komunitas Muslim Inggris, Ada Adidas hingga Coca Cola
Mereka yang menjadi sasaran
Di sisi lain, banyak pengusaha lokal yang memegang hak bisnis waralaba tersebut khawatir akan dampak buruk ekonomi yang ditimbulkan oleh boikot tersebut.
Peneliti dari Universitas Yale, Profesor Joseph Sonnenfeld telah melacak sejumlah perusahaan besar di seluruh dunia yang telah menyatakan dukungan dan solidaritasnya terhadap Israel.
Menurutnya, ditemukan 212 perusahaan yang terbagi dari sikap dan pandangan mereka terhadap aksi kekerasan Israel di Gaza.
- Sebanyak 184 perusahaan mengecam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023
- 62 perusahaan secara tegas mendukung dan berpihak kepada Israel
- 35 perusahaan menjanjikan uang kepada Israel atau kelompok pendukung zionis
- 3 perusahaan menjanjikan uang kepada kelompok bantuan khusus untuk Palestina
- 26 perusahaan menjanjikan uang kepada kelompok bantuan internasional
Dari 212 perusahaan dalam daftar tersebut, setidaknya sebanyak 30 perusahaan memberikan janji finansial kepada Israel dan afiliasinya. Secara perinci, mereka adalah Michael Bloomberg sebesar 25 juta dolar AS atau lebih dari Rp380 miliar, Jefferies (USD13 juta), Blackstone (USD7 juta), Salesforce (USD2,4 juta), Boeing (USD2 juta), Disney (USD2 juta), Johnson & Johnson (USD2 juta) dan perusahaan lainnya menyatakan besaran sumbangan tergantung dari perolehan donasi yang diberikan karyawan.
Sedangkan sebanyak 16 perusahaan yang menjanjikan dana kepada kelompok bantuan internasional adalah UBS (USD10 juta), Chanel (USD4 juta), Salesforce (USD2,3 juta), Verizon (USD2 juta). Satu perusahaan yang tidak mengungkap angka secara persis adalah Capri Holdings, yang memiliki Jimmy Choo, Versace, dan Micheal Kors.
Sementara itu, salah satu dari tiga perusahaan yang secara khusus menjanjikan dana kepada kelompok bantuan Palestina adalah Accenture (USD1,5 juta) yang akan disalurkan ke Bulan Sabit Merah Palestina.