Ikhbar.com: Warga Palestina di Gaza menderita kekurangan air bersih. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut, krisis yang kian parah itu makin menjadikan kebutuhan tersebut berada pada titik antara hidup dan mati.
Krisis air dimulai dari balasan Israel atas serangan mematikan kelompok Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu. Selain melakukan serbuan roket balasan, Israel juga memerintahkan penghentian pasokan air ke Jalur Gaza.
Lantaran putus asa untuk mendapatkan air minum, beberapa orang di Gaza mulai menggali sumur di wilayah yang berdekatan dengan laut atau mengandalkan air keran dari satu-satunya akuifer atau lapisan di dalam tanah yang dapat menampung dan meloloskan air.
“Meskipun begitu, air yang dihasilkan akuifer tersebut terasa asin karena telah terkontaminasi dengan limbah dan air laut,” ungkap rilis resmi PBB, dikutip dari Reuters, Kamis, 19 Oktober 2023.

Baca: Jalur Gaza dari Masa ke Masa
Besar pasak daripada tiang
Badan bantuan PBB untuk pengungsi di Palestina mengatakan, pada Senin, 16 Oktober 2023, seperempat juta orang telah dipindahkan ke tempat penampungan berupa sekolah-sekolah yang didirikan PBB. Sayangnya, air di tempat itu pun telah habis.
Satu-satunya sumber air alami di Jalur Gaza adalah cekungan akuifer di wilayah pesisir yang membentang di sepanjang Pantai Mediterania Timur dari Semenanjung Sinai Utara di Mesir. Namun, warga mendapati jarak jauh dan risiko yang tinggi untuk mendapatkannya.

Sebuah studi di Jurnal Water (2020) menemukan bahwa kualitas air tanah di akuifer telah memburuk dengan cepat. Sebagian besar kerusakan itu disebabkan jumlah air yang dibutuhkan penduduk Gaza jauh lebih besar ketimbang pasokan di dalamnya.
Baca: Potret Kezaliman di Penjara Israel, Tahan Anak-anak dan Perempuan tanpa Pengadilan
Pabrik ilegal
Pusat Informasi Hak Asasi Manusia Israel, B’Tselem, juga melaporkan bahwa akuifer tersebut tercemar limbah hingga menyebabkan sebanyak 96,2% air rumah tangga tidak dapat diminum.
Akibatnya, sebanyak 97% warga Gaza bergantung pada tangki air milik perusahaan ilegal dan pabrik desalinasi (pemurnian air dari komponen mineral dari air laut) berskala kecil yang mengandalkan tenaga surya.
Sedangkan tiga pabrik desalinasi besar di Gaza semuanya berhenti beroperasi karena pembatasan pasokan listrik yang diblokade Israel.
Menurut sebuah studi yang dilakukan pada 2021, sebanyak 79% pabrik desalinasi di Gaza tidak memiliki izin dan rata-rata 12% sampel air yang diuji masih menunjukkan tingkat kontaminasi yang berbahaya.

PBB mengatakan, Gaza sangat membutuhkan bahan bakar untuk memulai kembali pabrik pemompaan dan pengolahan.
“Kita perlu mengirimkan bahan bakar ke Gaza sekarang. Bahan bakar adalah satu-satunya cara bagi masyarakat untuk mendapatkan air minum yang aman. Jika tidak, orang-orang akan mulai meninggal karena dehidrasi parah. Air kini menjadi penyelamat terakhir,” simpul rilis PBB.