Ikhbar.com: Kementerian Agama (Kemenag) tengah menyusun terjemahan Al-Qur’an berbahasa Betawi. Langkah tersebut dimulai dengan rapat koordinasi Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (PLKKMO) Badan Litbang dan Diklat pada Sabtu, 3 Februari 2024 di Jakarta.
Sebelumnya, Kemenag telah menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam 26 bahasa daerah di Indonesia. Dengan demikian, terjemah mushaf bahasa Betawi akan menjadi yang ke-27.
Rapat koordinasi tersebut dihadiri Kepala Puslitbang LKKMO, Prof. Moh. Ishom, M.Ag dan sederet pihak terkait, di antaranya perwakilan Pusat Studi Betawi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta Islamic Centre, Ditjen Bimas Islam, Unit Pencetakan Al-Qur’an Kemenag, serta Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an (LPMQ).
Kepala Puslitbang LKKMO, Prof. Moh Ishom mengatakan, pada 2023 pihaknya telah melakukan penjajakan dan pembahasan tentang bahasa yang akan digunakan untuk penerjemahan Al-Qur’an, termasuk bahasa Betawi.
“Bahasa Betawi adalah bahasa mayoritas penduduk Jakarta,” ujar Ishom dikutip dari laman Kemenag pada Senin, 5 Februari 2024
Ishom mengaku, penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa Betawi memiliki tantangan tersendiri. Pasalnya, bahasa tersebut memiliki karakter yang cukup unik.
Baca: Proses Panjang Penerbitan Terjemah Al-Qur’an Bahasa Daerah
“Karakter bahasa Betawi yang ‘elu-gue’ harus beradaptasi dengan teks kitab suci yang agung. Varian bahasa setiap daerah di tanah Betawi juga beragam,” katanya.
Ia menjelaskan, dalam proses penyusunan terjemah Al-Qur’an berbahasa Betawi akan melibatkan sejumlah pihak, seperti para pakar di bidang Ulumul Qur’an.
“Selain itu juga perlu dilakukan uji publik dengan menghadirkan pakar-pakar kebudayaan Betawi yang nanti akan memvalidasi keshahihan diksi yang digunakan,” jelas dia.
Lebih lanjut, Ishom menjelaskan program penerjemahan Al-Qur’an Bahasa Daerah merupakan bagian dari ikhtiar menjaga kelestarian bahasa lokal dari bahaya kepunahan.
“Saat ini banyak berkembang di masyarakat budaya pop yang nyaris tercerabut dari akar budaya lokal. Sehingga, banyak bahasa daerah yang sudah tidak digunakan dan dimengerti generasi kekinian,” ucap Ishom.
Oleh sebab itu, Ishom menegaskan bahwa penting menjaga kelestarian bahasa daerah. Hal itu sebagai bentuk ekspresi dari kemajuan budaya.
“Karena bangsa yang kuat adalah bangsa yang memajukan kebudayaan,” tegasnya.
Pada Rapat Koordinasi tersebut, turut membahas alur penerjemahan Al-Qur’an dalam bahasa daerah, mulai dari penjajakan, pembahasan dan rekomendasi, penandatangan MoU, penerjemahan, validasi, layout dan tashih, uji publik, serta digitalisasi dan sosialisasi.
“Menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa daerah merupakan amanah Undang-Undang sekaligus sebagai jihad kebudayaan,” tuturnya.
Saat ini di Indonesia telah menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam 26 bahasa daerah yang tersebar di beberapa daerah, seperti Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali.
“Beberapa pulau lainnya seperti Nusa Tenggara Timur dan Papua masih dalam tahap penjajakan,” kata Ishom.
Dalam kesempatan berbeda, Ishom menjelaskan, dari 26 Al-Qur’an terjemahan bahasa daerah tersebut, enam di antaranya sudah tersedia versi digitalnya.
“Enam Al-Qur’an terjemahan bahasa daerah versi digital tersebut, ialah terjemahan bahasa Melayu Palembang, Melayu Jambi, Mandar, Using, Sunda, dan Banyumasan,” jelasnya.
Al-Qur’an digital tersebut tersedia bagi pengguna Android, iOS yang dapat diunduh dengan mudah melalui PlayStore maupun AppStore.