Ikhbar.com: Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan ada 2.000 pasien kanker di Jalur Gaza, Palestina yang kini terjebak dalam kondisi buruk akibat agresi militer Israel yang dilakukan tanpa henti. Dari jumlah itu, sebanyak 70 pasien berada dalam kondisi sangat kritis.
Menteri Kesehatan Palestina, Mai Al-Kaila melaporkan, 70 pasien kanker itu terancam lantaran tidak adanya persediaan obat dan tindak lanjut penanganan.
“Kondisi kesehatan mereka sangat buruk akibat agresi Israel dan pengungsian massal,” kata Al-Kaila, dikutip dari Al Jazeera, Rabu, 15 November 2023.
Baca: 25 Ribu Ton Bom telah Dijatuhkan Israel ke Gaza
Dua beban sekaligus
Salah satu pasien, Saida Barbakh, dengan berkursi roda terpaksa harus turut penuh sesak di sebuah gedung sekolah yang dikelola PBB, di Khan Younis. Dia kini memiliki dua beban, yakni sebagai pengungsi dan penderita kanker tulang.
Sebelumnya, Barbakh telah dirawat di Rumah Sakit (RS) Al Makassed, di Yerusalem Timur. Namun, ia harus kembali ke Jalur Gaza pada 5 Oktober, dua hari sebelum perang dimulai.
“Saya seharusnya kembali setelah dua minggu untuk pemeriksaan kesehatan,” katanya.
“Saya tidak menyangka keadaan akan sebahaya ini,” sambung dia.
Sekolah-sekolah yang dikelola PBB telah menjadi rumah bagi 725.000 pengungsi Palestina yang berlindung dari pemboman Israel. Di lokasi tersebut, para pasien kanker mengalami kondisi yang jauh dari kata ideal. Pasokan listrik terbatas, aliran air yang sering tersendat, tempat tidur yang harus berbagi, kamar kecil yang tidak memadai, serta tidak adanya obat-obatan justru menjadikan tempat tersebut sebagai sumber penyakit baru, terutama infeksi saluran pernapasan, diare, dan ruam pada kulit.
“Saya sangat membutuhkan perawatan. Istirahat dan waktu tidur saya pun tidak maksimal karena harus tetap berada di atas kursi roda,” katanya.
Pilih ke penampungan
Barbakh, yang berasal dari Kota Bani Suhaila, sebelah timur Khan Younis itu awalnya menjalani masa pemulihan di RS. Persahabatan Turki-Palestina, satu-satunya rumah sakit pengobatan kanker di Jalur Gaza. Namun, rumah sakit tersebut terpaksa menutup layanannya pada 1 November setelah kehabisan bahan bakar akibat blokade Israel yang terus berlanjut di Jalur Gaza.
Bangunan itu juga mengalami kerusakan parah akibat serangan berulang-ulang Israel yang telah menewaskan lebih dari 11.000 warga Palestina sejak 7 Oktober 2023 lalu.
Direktur RS. Persahabatan Turki-Palestina, Subhi Sukeyk mengungkapkan obat-obatan bagi penderita kanker telah habis lebih dari sebulan setelah dimulainya perang.
“Perawatan khusus untuk pasien kanker, seperti kemoterapi dan pengobatan yang menggabungkan beberapa obat, tidak dapat diberikan,” kata Sukeyk.
“Beberapa pasien dipindahkan ke RS. Dar Essalam di Khan Younis, yang menurut mereka aman, meski sebenarnya tidak ada tempat yang aman sama sekali di Gaza,” tambah dia.
RS. Dar Essalam tidak dapat menawarkan obat-obatan atau pengobatan kanker, tetapi masih menyediakan perawatan klinis dasar bagi para pasien. Meski begitu, beberapa pasien kanker telah meminta untuk bergabung dengan keluarga mereka di sekolah penampungan. Mereka berpikir lebih baik tewas di tengah-tengah kehangatan keluarganya ketimbang terombang-ambing tanpa nasib yang lebih jelas.
“Setiap hari, kami kehilangan dua atau tiga pasien kanker,” kata Sukeyk.