Assalamualaikum. Wr. Wb.
Ning Uswah dan Ikhbar.com, saya Siti Salamah, dari Kota semarang, Jawa Tengah.
Saya pernah mendengar sebuah hadis yang menjelaskan bahwa kelak penghuni neraka lebih banyak diisi perempuan? Apa makna sebenarnya dari hadis terssbut? Terima kasih.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Jawaban:
Waalaikumsalam. Wr. Wb.
Kak Siti Salamah, dari Semarang. Betul, bahwa ada redaksi hadis yang menyatakan bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah perempuan. Hadis ini memang tidak asing didengar, bahkan kerap digaungkan oleh para pendakwah.
Sayangnya, masih banyak yang menyampaikan hadis ini secara tidak utuh dan berhenti pada kalimat “Penghuni neraka kebanyakan adalah perempuan.” Padahal, bagaimana mungkin Tuhan menciptakan perempuan hanya sebagai mesin populasi manusia lalu menjerumuskannya ke dalam neraka?
Berikut redaksi lengkap hadis tersebut:
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَضْحًى أَوْ فِطْرٍ إِلَى الْمُصَلَّى فَمَر َّعَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ: يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي أُرِيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أّهْلِ النَّارِ فَقُلنَ: وَبِمَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: تُكْثِرْنَ اللِّعَنَ، وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ
“Dari Abu Said Al-Khudriy Ra, dia berkata, ‘Rasulullah Muhammad Saw keluar pada suatu hari raya. Idul Adha atau Idul Fitri, masuk ke masjid, lalu bertemu para perempuan. Nabi bersabda kepada mereka, ‘Wahai para perempuan, bersedekahlah! Karena sesungguhnya aku diperlihatkan bahwa aku pernah diperlihatkan bahwa kalian banyak yang masuk neraka. Kemudian para perempuan itu bertanya, ‘Mengapa ya Rasulullah?’ Rasul pun menjawab, ‘Kalian sering melaknat dan tidak berterima kasih kepada suami.” (Sahih Al-Bukhari, Kitab Al-Haid, Nomor 305).
Dalam memahami sebuah kalimat yang dilontarkan seseorang saja, kita membutuhkan ketelitian agar tidak salah tangkap dari maksud kalimatnya, apalagi dalam memahami sebuah hadis.
Kita mengenal istilah sebab-akibat. Begitu pula dalam hadis tersebut, mengapa perempuan masuk neraka? Ternyata disebutkan secara langsung penyebabnya adalah karena perempuan-perempuan tersebut sering melaknat dan tidak bersyukur terhadap suami mereka.
Laki-laki juga sama. Jika ini menjadi prinsip, maka teks hadis perempuan penghuni neraka tersebut harus ditafsirkan secara korelatif, dan pada saat yang sama harus berperspektif resiprokal (kesalingan). Korelatif artinya mengaitkan kalimat “masuk neraka” dengan sebabnya, yaitu tidak bersyukur, seperti yang tertulis di dalam teks itu sendiri, bukan karena perempuannya.
Mengapa Nabi menyebutkan kalimat “Wahai para perempuan?” Sebab pada hadis itu disebutkan “fa marra ala an-nisaa’i,” artinya Nabi bertemu para perempuan. Tentu saja dalam suatu khotbah (pembicaraan), sapaan terhadap lawan bicara atau audiens harus diperhatikan dan isi dari nasihat juga disesuaikan dengan mereka. Komunikasi semacam ini disebut “connected” atau demi kesinambungan.
Dalam hadis tersebut juga ada perintah dari Nabi agar perempuan mau bersedekah, sebagai riwayat pembanding, dalam sebuah hadis juga disebutkan bahwa yang paling banyak sedekahnya adalah perempuan (Sahih Muslim). Hadis ini secara untuh memiliki makna suatu perintah bagi perempuan untuk tidak melaknat dan kufur terhadap suami serta memperbanyak sedekah.
Baca: Ning Uswah: Perempuan Bukan Obyek
Pemaknaan ini serupa dengan Tafsir ulama mengenai “bukan kemiskinan yang membuat seseorang masuk surga,” sekali pun ada teks hadis yang menyatakan “penduduk surga terbanyak adalah orang orang miskin”. Bukan juga kekayaan yang mengantar seseorang masuk neraka, meskipun secara tersurat teks berbunyi “penghuni neraka terbanyak adalah orang-orang kaya.”
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اطَّلَعْتُ فِي الْجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا الْفُقَرَاءَ وَاطَّلَعْتُ فِي النَّارِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ
Dari Imran bin Husain, dari Nabi Saw bersabda, “Aku diperlihatkan pada surga, dan aku lihat kebanyakan penduduknya adalah orang-orang miskin, aku juga diperlihatkan pada neraka, dan aku lihat kebanyakan penduduknya adalah orang kaya dan perempuan”. (Musnad Ahmad, Nomor 6721).
Secara harfiah, orang miskin disebut sebagai penduduk surga, sementara orang kaya dan perempuan sebagai penduduk neraka. Para ulama tidak memandang hanya karena kemiskinan seseorang bisa masuk surga. Namun, sifat-sifat yang jadi Kebiasaanya. Orang miskin akan mudah menerima, bersabar, menghargai, ramah, baik, dan bersedia melepas hartanya untuk kebaikan orang lain. Amal perbuatan inilah yang membawa seseorang masuk surga.
Begitu pun sebaliknya, bukan kekayaan seseorang yang membuatnya menjadi penghuni neraka, melainkan sifat-sifat kebiasaannya, seperti serakah, sombong, dan menghalalkan secara cara. Sifat-sifat ini bisa terjadi sebaliknya, orang kaya yang bersabar menghargai, ramah, baik, dan ikhlas melepas harta miliknya untuk kebaikan orang lain, bisa masuk surga. Begitu pula orang miskin bisa menjadi serakah, tamak, dan menghalalkan segala cara. Sifat-sifat dan amal perbuatan seperti inilah yang menjadi faktor seseorang menjadi penduduk surga atau neraka.
Hal yang sama juga berlaku pada pernyataan perempuan sebagai penghuni neraka. Seperti yang telah ditegaskan pada teks hadis bahwa pernyataan tersebut terkait dengan pelaku sering melaknat dan tidak berterima kasih kepada pasangan yang membuat perempuan masuk neraka. Sifat dan amal perbuatan ini yang seharusnya menjadi pokok persoalan, bukan jenis kelamin.
Dengan demikian, ungkapan yang lebih netral dan memiliki perspektif keadilan dari pernyataan dalam teks hadis adalah pernyataan dengan kalimat berikut ini:
“Bahwa siapa pun yang suka melaknat dan tidak bersyukur terhadap pasangannya (suami kepada istrinya dan istri kepada suaminya), maka ia akan mudah masuk neraka.”
Sebagai counter, banyak juga dalih agama tentang banyaknya penghuni neraka di kalangan laki-laki. Mereka menjadi penghuni neraka bukan karena jenis kelaminnya sebagai laki-laki, melainkan sebab amal perbuatannya, seperti ayah yang durhaka (QS. At-Tahrim: 6, HR. Bukhari No. 2554 dan Muslim No. 1829, HR. Ahmad, No. 5372, 6113), suami yang zalim (QS. An-Nisa: 19), saudara laki-laki yang tidak bertanggung jawab, anak laki-laki yang tidak merawat kedua orang tuanya (HR. Bukhari, No. 5626 dan Musim, No. 2548), lima golongan laki-laki yang masuk neraka (HR. Muslim No. 7386), dan sebagainya.
Seseorang menjadi penduduk neraka bukan karena berjenis kelamin perempuan. Tidak juga masuk surga karena berjenis kelamin laki-laki, melainkan, karena ketakwaan, iman, amal saleh, dan anugerah Allah Swt.
Dalam ayat Al-Qur’an disebutkan:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (QS. Al-Hujarat: 13).
Wallahua’lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Penjawab: Nyai Uswatun Hasanah Syauqi, Praktisi Fikih Nisa, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Azhar Mojokerto, Jawa Timur.