Assalamualaikum. Wr. Wb.
Ning Uswah dan Ikhbar.com, saya Nurbaeti dari Bekasi, Jawa Barat. Saya ingin bertanya, adakah batas penghormatan dan ketaatan siswi atau santri putri kepada ustaz laki-laki? Lalu, seperti apa pula rambu-rambu aurat dan kontak fisik antara murid dan guru yang berbeda jenis kelamin? Terima kasih.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Jawaban:
Waalaikumsalam. Wr. Wb.
Kak Nurbaeti dari Bekasi. Dalam berinteraksi sosial, tidak bisa dipungkiri bahwa kita akan selalu bertemu dengan lawan jenis, sekali pun di dunia pendidikan pesantren. Lawan jenis yang dimaksud bisa berupa sesama teman santri, kiai, putra kiai, atau pun para ustaz dan guru.
Sebagai seorang santri, menghormati guru adalah bagian tak terpisahkan dari cara menghargai ilmu. Dalam Ta’lim al-Muta’allim disebutkan bahwa seorang santri tidak akan memperoleh kesuksesan dan kemanfaatan ilmunya, terkecuali jika dia mau mengagungkan ilmu, ahli ilmu, dan menghormati keagungan gurunya. Maka, menghormati guru bagi pencari ilmu adalah bagian dari menghormati ilmu itu sendiri.
اعلم أن طالب العلم لا ينال العلم ولا ينتفع به إلا بتعظيم العلم وأهله، وتعظيم الأستاذ وتوقيره
“Ketahuilah bahwa penuntut ilmu tidak akan mendapat ilmu dan tidak mendapat kemanfaatan darinya kecuali dengan mengagungkan ilmu dan ahlinya, serta mengagungkan guru dan menghormatinya.”
Baca: Piagam Ketitang, Komitmen Pesantren Cegah Kekerasan Anak
Hanya, penghormatan dan ketaatan kepada guru itu mesti berlandaskan pada prinsip penghormatan dan ketaatan karena mengacu pada nilai-nilai luhur yang dimiliki seorang guru tersebut, bukan ketaatan mutlak kepada sosok guru secara personal. Dalam sebuah hadis, Rasulullah Muhammad Saw bersabda:
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوْفِ
“Tidak ada ketaatan bagi seorang makhluk untuk berbuat kemaksiatan kepada Sang Khaliq (Allah). Sesungguhnya ketaatan hanya kepada nilai-nilai kebaikan.” (HR. Muslim)
Santri putri yang sedang mencari ilmu menjadi tanggung jawab penuh dari lembaga pesantren yang menaunginya, juga berada dalam perlindungan guru, ustaz, kiai, atau nyai. Maka, sebagai seorang guru atau ustaz, menjaga anak didik dari perlakuan berbau kekerasan, terlebih kekerasan atau pelecehan seksual adalah wajib.
Melecehkan santri dengan alasan ketaatan dan penghormatan kepada guru sangat dikecam oleh Allah Swt. Dalam QS. Al-Isra’: 32, Allah Swt berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Janganlah kalian mendekati hal-hal yang dapat mengakibatkan zina (pelecehan tubuh sendiri dan tubuh orang lain). Sesungguhnya mendekati zina adalah tindakan yang sangat keji dan suatu jalan yang buruk.”
Baca: Ramah Anak, Ponpes Hamalatudzikra Cirebon Bekali Santri Baru dengan Wawasan Otonomi Tubuh
Laki-laki dan perempuan adalah makhluk sosial. Sejatinya, tidak menjadi masalah apabila mereka melakukan aktivitas sosial karena merupakan bagian dari kebutuhan, seperti kebutuhan belajar mengajar, kesehatan, muamalah, bekerja, dan sebagainya. Dalam interaksi sosial tersebut, tidak ada hukum haram bagi laki-laki dan perempuan untuk saling temu maupun bertatap muka. Namun, dengan syarat, dalam proses interaksi tersebut tidak dilakukan hal yang bisa menimbulkan maksiat di antara keduanya. Wallahu a’lam bis-sawab.
Wassalamualaikum. Wr. Wb
Penjawab: Nyai Uswatun Hasanah Syauqi, Praktisi Fikih Nisa, Sekretaris Majelis Masyayikh Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA), serta Pengasuh Pondok Pesantren Al-Azhar Mojokerto, Jawa Timur.