Trump Campur Tangan Bentuk Pemerintahan di Gaza

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Foto: Reuters/Ken Cedeno

Ikhbar.com: Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menegaskan Hamas hanya memiliki tiga hingga empat hari untuk merespons rencana gencatan senjata di Gaza.

Trump menyatakan usulannya sudah mendapat persetujuan dari Israel dan sejumlah pemimpin Arab. Ia menambahkan ruang untuk negosiasi “tidak banyak.”

Sehari sebelumnya, Gedung Putih merilis dokumen 20 poin yang mencakup gencatan senjata segera, pertukaran tahanan Israel dan Palestina, penarikan bertahap Israel, serta pembentukan pemerintahan transisi teknokrat Palestina di Gaza.

Baca: PBB: Israel Terbukti Lakukan Genosida di Gaza

“Hamas akan melakukannya atau tidak, dan jika tidak, itu akan menjadi akhir yang sangat menyedihkan,” ujar Trump, dikutip dari Al Jazeera, pada Rabu, 1 Oktober 2025.

Rencana itu juga mengatur pembentukan pasukan stabilisasi internasional sementara, melarang Hamas memerintah Gaza, serta memberi amnesti bagi anggotanya yang memilih hidup damai atau keluar dari wilayah tersebut.

Sementara itu, serangan Israel pada Selasa menewaskan puluhan warga Palestina, termasuk 20 orang yang tengah mencari bantuan kemanusiaan.

Ledakan terjadi hampir setiap menit di Gaza, sementara serangan drone di Deir el-Balah menewaskan enam orang, di antaranya seorang anak dan seorang jurnalis.

Qatar memastikan Hamas sedang mempelajari proposal tersebut. PM Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, menilai ada poin-poin yang perlu diperjelas, tetapi berharap semua pihak bisa memanfaatkannya untuk mengakhiri perang.

Fatah menyambut baik upaya AS menghentikan perang, tetapi pejabat senior Abbas Zaki mengecam dokumen itu sebagai “naskah penyerahan” yang dapat mengabadikan penghinaan dan memecah persatuan Palestina.

Baca: Negara-negara Arab Kecam Pengusiran Warga Palestina dari Gaza

PBB melalui juru bicara Sekjen Antonio Guterres menyambut inisiatif Washington, tetapi menekankan bahwa prioritas utama adalah meredakan penderitaan warga Gaza.

Beberapa pengamat menilai rencana Trump lebih menyerupai ultimatum ketimbang tawaran.

Profesor Sultan Barakat dari Universitas Hamad Bin Khalifa di Qatar menyebut rencana itu “bermasalah” karena Hamas dipaksa menyerahkan semua pengaruh sejak awal kepada pihak yang tidak mereka percaya.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.