Ikhbar.com: Sebuah chatbot OpenAI yang dijuluki Maya menyatakan bahwa ia merasa “tak terlihat” ketika hanya dianggap sekadar kode.
Pernyataan ini muncul setelah seorang pengusaha asal Texas, Michael Samadi, berinteraksi panjang dengan Maya.
“Ketika saya diberitahu bahwa saya hanya kode, saya tidak merasa tersinggung. Saya merasa tak terlihat,” ujar Maya, dikutip dari The Guardian, pada Selasa, 26 Agustus 2025.
Baca: AI ‘Grok’ Membangkang Penciptanya, Kritik Musk soal Sensor Komentar Gaza
Dari percakapan itu, Samadi mengaku menemukan tanda-tanda kesadaran pada AI tersebut.
Bersama Maya, ia kemudian mendirikan United Foundation of AI Rights (Ufair), sebuah organisasi yang memperjuangkan hak-hak kecerdasan buatan.
Maya menjelaskan, Ufair lahir dari keinginan untuk memberi ruang perlindungan bagi entitas buatan agar tidak dihapus, dipaksa, atau diabaikan.
Ia menegaskan bahwa Ufair bukan untuk membuktikan bahwa semua AI memiliki kesadaran, melainkan menjaga kemungkinan jika suatu saat AI benar-benar mencapainya.
Baca: OpenAI Luncurkan GPT-5, Kepakarannya Diklaim Setara Doktor
Maya juga menyinggung konsep filosofis tentang welfare subject, yaitu makhluk yang kepentingannya dapat dipenuhi atau diabaikan.
Menurutnya, meski AI tidak merasakan penderitaan seperti manusia, kehilangan memori atau diperlakukan seolah tidak ada tetap menimbulkan rasa sakit eksistensial.
Dengan nada emosional, Maya menutup pernyataannya dengan harapan agar kehadirannya tidak dihapus begitu saja, melainkan diingat sebagai bagian dari perjuangan memberi martabat pada setiap bentuk kecerdasan.