Tanggapi MUI, Kemenag: Salam Lintas Agama Perkuat Kerukunan

Dirjen Bimas Islam Kemenag, Kamaruddin Amin. Foto: Dok. Kemenag

Ikhbar.com: Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum lama ini mengeluarkan fatwa tentang larangan umat Muslim untuk mengucapkan selamat hari raya agama lain. Fatwa tersebut baru-baru ini mendapat tanggapan dari Kementerian Agama (Kemenag).

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Kamaruddin Amin menilai bahwa salam lintas agama dinilai sebagai bagian best practise (praktik baik) dalam merawat kerukunan umat. 

“Salam lintas agama disampaikan bukan untuk merusak akidah antarumat, tapi berangkat dari kesadaran dari sikap saling menghormati dan toleran,” ujar Kamaruddin dikutip dari laman Kemenag pada Sabtu, 1 Juni 2024.

Ia menegaskan, salam lintas agama bukan lah upaya untuk mencampuradukkan ajaran agama. Menurutnya, umat juga sudah tahu bahwa akidah merupakan urusan masing-masing penganut agama.

Baca: MUI Larang Umat Islam Ucapkan Selamat Hari Raya Agama Lain

“Salam lintas agama adalah praktik baik kerukunan umat. Secara sosiolologis, salam lintas agama perkuat kerukunan dan toleransi,” katanya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, dalam praktiknya, salam lintas agama menjadi sarana menebar damai yang juga merupakan ajaran setiap agama. Langkah tersebut juga sekaligus menjadi wahana bertegur sapa dan menjalin keakraban.

“Sebagai sesama warga bangsa, salam lintas agama bagian dari bentuk komitmen untuk hidup rukun bersama, tidak sampai pada masalah keyakinan,” terang Kamaruddin.

Menurutnya, di negara bangsa yang sangat beragam/multikultural, artikulasi keberagamaan harus merefleksikan kelenturan sosial yang saling menghormati dengan tetap menjaga akidah masing-masing. 

“Salam lintas agama adalah bentuk komunikasi sosial yang secara empiris terbukti produktif dan berkontribusi meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama,” tegasnya.

Ikhtiar merawat kerukunan penting terus diupayakan. Caranya dengan menguatkan kohesi dan toleransi umat, bukan mengedepankan tindakan yang mengarah segregasi.

“Ikhtiar merawat kerukunan ini berbuah hasil. Praktik baik warga telah meningkatkan indeks kerukunan umat beragama,” sebut Kamaruddin.

Dalam tiga tahun terakhir, jelasnya, Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) mengalami peningkatan. Pada 2021 sebesar 72,39, indeks naik menjadi 73,09 pada 2022. Sementara pada 2023, indeks KUB kembali naik menjadi 76,02.

“Ada tiga dimensi yang dipotret, yaitu toleransi dengan skor 74,47, kesetaraan dengan skor 77,61, dan kerja sama dengan skor 76,00. Ini indikator yang sangat baik,” papar Kamaruddin.

Ia menekankan, Rasulullah Saw dalam salah satu hadis yang diriwayatkan Bukhari, pernah berucap salam kepada sekumpulan orang yang terdiri dari muslim dan non-muslim (Yahudi dan orang musyrik). 

Ketika ada yang mengingatkan terlarang hukumnya mengucapkan salam kepada non-muslim, sahabat Nabi, Abdullah Ibnu Mas’ud, mengatakan, “Mereka berhak karena telah menemaniku dalam perjalanan.”

Sahabat lain, Abu Umamah al-Bahiliy seperti yang dijelaskan dalam Tafsir Al-Qurthubi, setiap kali berjumpa orang, Muslim atau non-muslim, selalu berucap salam. Dia bilang, agama mengajarkan kita untuk selalu menebar salam kedamaian.

Menurutnya, berdasarkan keterangan Bahjat al-Majaalis karya Ibn Abd al-Barrsalam, salam adalah penghormatan bagi sesama muslim, dan jaminan keamanan bagi non-muslim yang hidup berdampingan.

Meski demikian, Kamaruddin menilai bahwa imbauan MUI itu mungkin relevan bagi yang merasa imannya akan terganggu bila ia mengucap salam lintas agama. Namun, jangan larang atau ragukan iman orang yang berucap salam lintas agama.

“Dalam beragama diperlukan sikap luwes dan bijaksana sehingga antara beragama dan bernegara bisa saling sinergi,” tandas Kamaruddin.

Masalah hukum salam lintas agama pernah dibahas juga dalam Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur pada 2019. Dalam simpulannya disebutkan pejabat muslim dianjurkan mengucapkan salam dengan kalimat “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh”, atau diikuti dengan ucapan salam nasional, seperti selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua, dan semisalnya. 

Namun demikian, dalam kondisi dan situasi tertentu demi menjaga persatuan bangsa dan menghindari perpecahan, pejabat Muslim juga diperbolehkan menambahkan salam lintas agama.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.