Ikhbar.com: Anggota Komisi IV DPR RI Prof. Dr. Ir. H. Rokhmin Dahuri menegaskan perlunya terobosan konkret untuk menghadapi krisis pangan global melalui lima inovasi ramah lingkungan.
Gagasan tersebut ia sampaikan pada forum tingkat dunia yang membahas arah pertanian masa depan, dengan penekanan pada bagaimana sistem pangan harus dibangun bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan kalori, tetapi juga memastikan gizi, keberlanjutan, dan pemerataan manfaat bagi masyarakat dunia.
Pada forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Global Pertanian Berkelanjutan di Hainan, Tiongkok, Jum’at, 5 Desember 2025, Prof. Rokhmin hadir sebagai Keynote Speaker dengan pandangan kritis mengenai masa depan pangan planet ini.
Ia menyampaikan bahwa perkembangan teknologi pertanian memang melaju pesat, mulai dari smart farming hingga peningkatan produksi. Meski demikian, realitas di lapangan menunjukkan sistem pangan dunia masih jauh dari kata ideal.
Menurutnya, dunia menghadapi tantangan serius, yakni 2,6 miliar penduduk tidak mampu membeli makanan sehat, dan lebih dari 500 juta orang diprediksi mengalami kekurangan gizi kronis pada 2030.
“Lebih buruk lagi, pada saat kebutuhan masa depan menuntut peningkatan produksi pangan sebesar 50%, produktivitas justru menurun karena risiko iklim,” ujarnya dalam pidato bertema Mengembangkan Sistem Pangan yang Bergizi, Sehat, Inklusif, dan Berkelanjutan untuk Ketahanan Pangan Dunia.
Prof. Rokhmin mengingatkan bahwa pemanasan global memperburuk cuaca ekstrem yang kemudian memukul sektor pertanian. Kerusakan lingkungan akibat industri pangan juga menurunkan daya dukung produksi. Ia menekankan bahwa hampir sepertiga emisi gas rumah kaca berasal dari sektor pangan global.
Karena itu, lanjut dia, transformasi sistem pangan harus menyentuh aspek gizi, kualitas produksi, keberlanjutan ekosistem, dan akses bagi seluruh lapisan masyarakat.
Guru Besar IPB University sekaligus Rektor UMMI Bogor ini memaparkan langkah strategis untuk mendorong perubahan, antara lain memperluas keragaman pangan, mendorong biofortifikasi, mengurangi pemborosan bahan makanan, serta mengintegrasikan kebijakan gizi dalam pembangunan pertanian, perikanan, dan akuakultur.
Baca: Hikmah Bencana Banjir Sumatera menurut Prof. Rokhmin
“Inklusivitas bukanlah amal, melainkan strategi. Ketika lebih banyak orang terlibat dalam ekonomi pangan, sistem akan semakin makmur dan berkelanjutan,” tegasnya.
Prof. Rokhmin menjelaskan bahwa ketahanan pangan tidak cukup dilihat dari jumlah produksi. Sistem pangan harus sehat dan mampu diakses seluruh masyarakat. Saat ini, konflik geopolitik, urbanisasi, perubahan pola konsumsi, hingga meningkatnya penyakit akibat pola makan tak seimbang menjadi alarm penting bagi dunia.
“Sistem pangan berkelanjutan tidak dapat dibangun hanya dengan meningkatkan hasil panen atau sekadar menitikberatkan pada teknologi,” ujarnya.
Baginya, kolaborasi internasional harus diperkuat dalam penelitian, investasi, hingga kebijakan. Tanpa langkah holistik, krisis pangan akan berdampak pada stabilitas sosial, ekonomi, dan keamanan dunia.
Prof. Rokhmin menekankan bahwa satu dari tiga penduduk bumi masih mengalami malnutrisi. Akses terhadap pangan bergizi, menurutnya, menjadi inti strategi global. Ia menawarkan empat program aksi dunia, yakni penguatan diversifikasi pangan, biofortifikasi komoditas pokok, pengurangan food loss & food waste, serta integrasi kebijakan gizi dalam pembangunan pertanian dan perikanan.
“Ketahanan pangan adalah fondasi keamanan manusia. Dunia yang bergizi adalah dunia yang damai,” tuturnya.
Ia menilai kemajuan pangan masa depan bersifat inklusif. Petani kecil, nelayan tradisional, perempuan, hingga generasi muda harus diberi akses terhadap teknologi, modal, dan pasar. Komunitas adat pun disebut berperan penting menjaga kearifan lokal dan keanekaragaman hayati.
“Inklusivitas adalah strategi. Ketika lebih banyak pihak mendapat manfaat, sistem menjadi tangguh dan berkelanjutan,” ucapnya.
Prof. Rokhmin turut mengingatkan bahwa masa depan pangan terkait erat dengan kesehatan laut, tanah, hutan, dan air. Produksi tidak boleh merusak lingkungan yang menopang kehidupan.
Dalam sesi pemaparan, Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia ini menawarkan lima inovasi teknologi pangan berkelanjutan:
- Pertanian, akuakultur, dan perikanan cerdas iklim dengan emisi rendah.
- Teknologi irigasi hemat air yang efisien.
- Sistem regeneratif yang memulihkan kesuburan tanah dan menjaga kualitas air.
- Rantai pasok rendah karbon berbasis energi terbarukan.
- Sistem pangan sirkular yang memanfaatkan limbah menjadi sumber daya baru.
Ia meyakini inovasi adalah motor transformasi pangan global. Teknologi presisi, AI, benih unggul, robotik, hingga protein alternatif kini membuka peluang baru bagi ketahanan pangan. Namun ia mengingatkan bahwa inovasi harus terjangkau dan relevan dengan kondisi petani serta negara berkembang.
Dalam forum itu, ia memberikan gambaran visi 2030—pangan terjangkau bagi semua anak, rantai pasok transparan, petani mengakses teknologi mutakhir, dan negara-negara bekerja bersama melindungi ekosistem.
“Saya sadar visi ini ambisius, tetapi kita bisa mencapainya bila bertindak segera,” ucapnya.
“Ketahanan pangan adalah tanggung jawab moral, keharusan ekonomi, dan kebutuhan lingkungan. Mari kita bangun sistem pangan global yang sehat, inklusif, dan berkelanjutan,” katanya.
“Bersama-sama kita dapat menciptakan dunia di mana sektor pangan tidak hanya memberi makan manusia, tetapi juga memperkuat komunitas dan menjaga bumi,” tandasnya.