Prof Rokhmin: Kerusakan Hayati Ganggu Stabilitas Ekonomi

Anggota Komisi IV DPR RI, Prof. Dr. Ir. H. Rokhmin Dahuri (tiga dari kiri) dalam Talkshow “Sinergi Menjaga Sumber Daya Hayati, Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi” yang diselenggarakan Badan Karantina Nasional pada Kamis, 20 November 2025, di Habitate Jakarta. Foto: Dok. Rokhmin Dahuri

Ikhbar.com: Anggota Komisi IV DPR RI, Prof. Dr. Ir. H. Rokhmin Dahuri menegaskan bahwa perlindungan sumber daya hayati melalui sistem biosecurity merupakan fondasi penting untuk memperkuat ekonomi Indonesia.

Pesan tersebut ia sampaikan dalam Talkshow “Sinergi Menjaga Sumber Daya Hayati, Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi” yang diselenggarakan Badan Karantina Nasional pada Kamis, 20 November 2025, di Habitate Jakarta.

Dalam forum tersebut, Prof. Rokhmin mengingatkan bahwa Indonesia memegang posisi strategis sebagai negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia.

Baca: Prof Rokhmin Minta Pers Kawal Arah Pembangunan Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045

Menurutnya, keberlimpahan biodiversitas itu hanya dapat menjadi modal pembangunan jika dikelola secara berkelanjutan dan dilindungi dari ancaman biologis.

“Biodiversitas adalah tumpuan pangan, kesehatan, energi, hingga industri kita. Tanpa perlindungan yang kuat, sulit bicara Indonesia Emas 2045,” ujarnya.

Sosok yang pernah menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan 2001-2004 itu memaparkan sejumlah ancaman yang kini semakin sering muncul akibat perdagangan global, perubahan iklim, dan aktivitas manusia yang merusak habitat alami.

Risiko hama penyakit, zoonosis, serta masuknya spesies invasif menurutnya dapat menimbulkan kerugian ekonomi berskala besar dan mengganggu rantai pasok nasional.

Ia juga menyoroti tingginya kasus penyelundupan satwa liar dan lemahnya pemeriksaan kesehatan komoditas hayati di sejumlah wilayah. Kondisi itu, kata dia, membuat penguatan sistem keamanan hayati tak dapat ditawar lagi.

Prof. Rokhmin menekankan peran Badan Karantina Indonesia (Barantin) sebagai benteng utama penjagaan sumber daya hayati. Lembaga tersebut memiliki mandat mencegah masuk dan keluarnya organisme berbahaya yang dapat merusak sektor pertanian, perikanan, peternakan, hingga kehutanan.

“Standar SPS makin ketat di pasar global. Pengawasan karantina bukan hanya soal kesehatan, tapi juga kunci daya saing ekspor,” ujarnya.

Ia menilai, penguatan Barantin lewat modernisasi laboratorium, peningkatan infrastruktur karantina, dan integrasi sistem layanan menjadi langkah mendesak untuk memastikan stabilitas pangan dan keamanan komoditas nasional.

Dalam paparannya, Prof. Rokhmin menggarisbawahi peran DPR RI dalam mengevaluasi dan mengawasi efisiensi kebijakan biosecurity. Komisi IV, katanya, terus mendorong harmonisasi lintas kementerian—mulai dari Kementan, KKP, KLHK, Kemenkes, hingga Bea Cukai—agar kebijakan pengendalian hama, satwa liar, dan distribusi pangan tidak berjalan sendiri-sendiri.

Ia menyinggung kembali krisis PMK pada 2022 yang menelan kerugian hingga Rp40 triliun akibat lambatnya koordinasi antarinstansi. “Ego sektoral mahal sekali biayanya. Karena itu kami dorong integrasi melalui pendekatan One Health,” tuturnya.

Keputusan Paripurna 18 November 2025 yang menempatkan semua pemangku kepentingan pangan dan SDA sebagai mitra kerja Komisi IV disebutnya sebagai langkah strategis untuk memperkuat kesatuan arah kebijakan.

Prof. Rokhmin menegaskan bahwa tanpa perlindungan ketat terhadap sumber daya hayati, target pertumbuhan ekonomi di atas 7% per tahun sulit dicapai. Biodiversitas yang dijaga dengan baik tidak hanya menopang sektor pangan dan energi, tetapi juga membuka peluang besar di bidang bioteknologi, industri farmasi, dan ekonomi biru.

“Perlindungan SDA adalah investasi jangka panjang. Dari sinilah ketahanan pangan, perdagangan, dan masa depan Indonesia dibangun,” pungkasnya.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.