Ikhbar.com: Anggota Komisi IV DPR RI, Prof. Dr. Ir. H. Rokhmin Dahuri menegaskan bahwa negara tidak boleh terus-menerus tampil hanya sebagai “pemadam kebakaran” setiap kali bencana melanda.
Pernyataan itu ia sampaikan dalam program TalkHighlight Elshinta 90 FM Jakarta pada Senin, 1 Desember 2025, saat membahas banjir dan tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat—bencana yang disebut sebagai salah satu yang terparah dalam sekitar 50 tahun terakhir.
Dalam dialog tersebut, Prof. Rokhmin menyoroti bahwa persoalan utama bukan hanya fenomena alam, tetapi juga kerusakan ekologis yang diperburuk oleh kelalaian manusia.
Prof. Rokhmin menjelaskan bahwa curah hujan ekstrem yang dipicu siklon tropis dan perubahan iklim global memang turut memicu bencana, tetapi bukan faktor terbesar. Ia menegaskan bahwa mayoritas dampak banjir dan longsor sesungguhnya dipengaruhi aktivitas manusia.
Baca: Prof. Rokhmin: Blue Carbon dan Kolaborasi Regional Jadi Kunci Mitigasi Iklim ASEAN
“Sekitar 75 sampai 80 persen kerusakan dan korban akibat banjir itu karena ulah manusia—mulai dari pembabatan hutan, illegal logging, sampai tata kelola daerah aliran sungai yang buruk,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa kondisi tutupan hutan di Sumatera kini hanya sekitar 25%, jauh di bawah ambang batas ekologis minimal 30%. Sementara itu, Pulau Jawa hanya menyisakan tutupan hutan sekitar 17%.
“Regulasi seperti TPTI dan kewajiban reboisasi itu sudah ada, tetapi implementasi dan penegakan hukumnya lemah. Negara tidak sepenuhnya hadir,” tegasnya.
Prof. Rokhmin menilai Indonesia masih sering bertindak reaktif ketika bencana sudah terjadi, tetapi gagal memperbaiki akar persoalan setelah situasi mereda.
“Kita ini sering jadi bangsa pemadam kebakaran. Padahal setiap bencana harusnya menjadi ibrah untuk mencari akar masalah dan memastikan tragedi itu tidak terulang,” katanya.
Dalam pembahasan yang lebih kritis, Prof. Rokhmin mengungkap adanya praktik “komprador” atau kolusi antara oknum pejabat dan pengusaha dalam eksploitasi tambang dan hutan, bahkan di kawasan lindung.
“Izin-izin itu bukan turun dari langit. Itu keputusan politik dan administrasi. Kalau pejabatnya berkolusi, bencana ekologis tinggal menunggu waktu,” ungkapnya.
Ia memastikan bahwa Komisi IV DPR RI dalam waktu dekat akan memanggil Menteri Kehutanan dan BNPB untuk meminta klarifikasi sekaligus menjalankan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
“Kita harus memastikan pemerintah bertindak tegas. Di sisi lain, komunikasi yang empatik kepada korban itu juga penting sebagai tanggung jawab moral negara,” ujarnya.
Prof. Rokhmin menegaskan bahwa kehadiran negara bukan hanya soal kebijakan dan anggaran, tetapi juga memastikan masyarakat merasakan perlindungan dan perhatian di tengah bencana berskala besar seperti yang melanda Sumatera.