Ikhbar.com: Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kesiapan Indonesia untuk mengevakuasi 1.000 warga Gaza, Palestina, ke Tanah Air. Namun, rencana kemanusiaan ini menuai penolakan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Nahdlatul Ulama (NU) yang menilai langkah tersebut berpotensi memperkuat strategi pendudukan Israel.
Pernyataan tersebut disampaikan Prabowo saat melepas misi diplomatiknya ke lima negara Timur Tengah, yakni Uni Emirat Arab (UEA), Turki, Mesir, Qatar, dan Yordania untuk berkonsultasi terkait rencana evakuasi.
Evakuasi gelombang pertama disebut akan memprioritaskan korban luka, anak-anak yatim piatu, dan warga yang mengalami trauma berat akibat perang.
“Kami siap evakuasi warga Gaza yang terluka, yatim piatu, maupun yang terdampak secara psikologis. Pemerintah akan kirim pesawat untuk menjemput mereka. Targetnya, sekitar seribu orang pada tahap awal,” ujar Prabowo di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma pada Rabu, 9 April 2025.
Baca: Konflik Gaza Pengaruhi Pemilu Australia
Meski siap secara teknis, Presiden Prabowo menegaskan evakuasi hanya akan dilakukan jika semua pihak terkait memberikan persetujuan. Ia menyampaikan bahwa para pengungsi hanya akan tinggal sementara di Indonesia sebelum dikembalikan ke Gaza ketika situasi memungkinkan.
“Semua pihak harus setuju. Dan mereka ke sini bukan untuk selamanya. Ketika pulih dan kondisi memungkinkan, mereka harus kembali ke tanah asalnya,” tegasnya.
Langkah ini disebut sebagai bagian dari komitmen Indonesia untuk lebih aktif dalam penyelesaian konflik Gaza. Presiden Prabowo menyebut banyak negara meminta Indonesia turun tangan lebih jauh dalam isu kemanusiaan di Timur Tengah.
Namun, rencana tersebut justru memicu kekhawatiran dari dua organisasi Islam terbesar di Tanah Air. Wakil Ketua Umum MUI, Buya KH Anwar Abbas menyatakan bahwa evakuasi warga Gaza bisa menjadi bagian dari strategi pengosongan wilayah yang diinginkan Israel dan Amerika Serikat (AS).
“Kalau kita ikuti rencana evakuasi besar-besaran, itu artinya kita membantu Israel melancarkan agenda penjajahan mereka. Gaza bisa kosong, lalu dihuni warga Israel,” katanya.
KH Anwar juga mengingatkan sejarah pahit Palestina yang kehilangan Yerusalem, dan memperingatkan agar Indonesia tidak mengulang kesalahan yang sama. Ia menyarankan agar bantuan untuk rakyat Gaza tetap disalurkan, tapi cukup dilakukan di wilayah Palestina atau negara terdekat.
“Jika ingin bantu pengobatan, cukup kirim tenaga medis dan peralatan ke Gaza. Jangan pindahkan mereka jauh dari tanahnya,” tegasnya.
Penolakan serupa datang dari Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis. Menurutnya, yang perlu dihentikan adalah agresi militer Israel, bukan memindahkan rakyat Palestina dari negerinya.
“Masalah utamanya bukan warga Gaza, melainkan Israel yang terus melanggar hukum internasional. Mengevakuasi rakyat Gaza justru bisa memuluskan langkah Israel merebut tanah lebih luas,” ujar Kiai Cholil melalui akun media sosial resminya.
Baca: Ulama Dunia Terbitkan Fatwa Perang Lawan Israel!
Ia juga mempertanyakan kepastian pengungsi dapat kembali ke Gaza setelah perang usai. “Kita tahu banyak warga Palestina yang tinggal di luar negeri hingga kini tak bisa pulang. Jangan ulangi sejarah penderitaan mereka,” ucapnya.
Kiai Cholil menutup dengan seruan agar simpati terhadap Palestina tidak menjadi celah baru bagi penjajahan. “Kita wajib bantu, tapi jangan sampai itu malah menguntungkan penjajah. Rakyat Palestina harus tetap di tanah mereka sendiri.”
Hal yang sama juga disampaikan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ulil Abshar Abdalla. Ia secara terbuka menyampaikan kritik tajam terhadap rencana Presiden Prabowo yang ingin mengevakuasi 1.000 warga Gaza ke Indonesia.
Sosok yang akrab disapa Gus Ulil itu menilai langkah sebagai Presiden Prabowo itu merupakan sebuah kesalahan besar yang bisa merugikan perjuangan rakyat Palestina.
“Menurut saya, itu blunder. Kita memang wajib membantu Palestina, tetapi bukan dengan memindahkan warganya keluar dari Gaza. Justru yang harus dilakukan adalah menjaga mereka tetap tinggal di tanahnya sendiri,” ujarnya.
Gus Ulil menegaskan bahwa relokasi warga Gaza ke luar wilayah Palestina bisa memperkuat agenda politik Israel, khususnya ambisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mengosongkan Gaza dari rakyat Palestina.
“Ini sejalan dengan misi Netanyahu yang sejak awal ingin mengosongkan Gaza. Kalau kita ikut-ikutan merelokasi, itu sangat berbahaya,” katanya.
Lebih jauh, Gus Ulil juga mengungkap kekhawatiran bahwa wilayah Gaza bisa dialihfungsikan menjadi kawasan pariwisata elit jika penduduk aslinya berhasil dipindahkan.
“Trump pernah punya gagasan menjadikan Gaza sebagai resort di pinggir laut. Nah, kalau Gaza dikosongkan dari rakyatnya, hal semacam itu bukan tidak mungkin terjadi,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa dukungan terhadap Palestina seharusnya dilakukan dengan memperkuat posisi rakyatnya di tanah mereka sendiri, bukan dengan membawa mereka pergi dari wilayah yang terus diperjuangkan sejak lama.
Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.