Ikhbar.com: Mufti Agung Mesir, Syekh Nazir Ayyad secara tegas menolak seruan jihad melawan Israel yang disampaikan Serikat Ulama Muslim Internasional (IUMS). Ia menilai, fatwa semacam itu tidak sah dan berpotensi membahayakan stabilitas negara-negara Muslim.
Syekh Nazir menegaskan bahwa kewenangan untuk mendeklarasikan jihad bukan berada di tangan kelompok atau organisasi keagamaan, melainkan menjadi hak eksklusif pemerintah yang sah.
“Tidak ada satu pun kelompok atau individu yang punya otoritas legal untuk mengeluarkan fatwa jihad. Ini adalah hak negara dan pemimpin politik yang memiliki legitimasi,” tegas Syekh Nazir dikutip dari Middle East Eye pada Jumat, 11 April 2025.
Baca: Prabowo Siap Evakuasi 1.000 Warga Gaza, NU dan MUI Keberatan
Menurutnya, tindakan sepihak semacam itu melanggar prinsip-prinsip syariat Islam dan bisa memicu gangguan besar terhadap keamanan masyarakat.
“Seruan semacam ini hanya akan menciptakan kekacauan, mengancam ketertiban, dan mengganggu stabilitas negara-negara Muslim,” lanjutnya.
Syekh Nazir juga menekankan bahwa di era modern, keputusan besar seperti jihad hanya bisa dikeluarkan otoritas negara yang sah. Ia menyindir organisasi seperti IUMS yang dinilainya tidak memiliki legitimasi formal ataupun kapasitas untuk mewakili umat Islam secara menyeluruh.
“Jihad yang diserukan tanpa mempertimbangkan kapasitas negara, situasi politik, ekonomi, dan kekuatan militer hanyalah tindakan gegabah yang bertentangan dengan nilai-nilai syariah,” ujarnya.
Dari pada menyerukan jihad, Syekh Nazir menyarankan negara-negara Muslim untuk mengedepankan upaya diplomatik dan mendorong penghentian agresi Israel di Gaza, Palestina yang hingga kini telah menelan korban lebih dari 50 ribu jiwa.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal IUMS, Ali Al-Qaradaghi, dalam pernyataan pada Jumat, 4 April 2025 menyerukan jihad melawan Israel melalui jalur ekonomi, politik, dan militer.
Baca: Ulama Dunia Terbitkan Fatwa Perang Lawan Israel!
Ia menuduh pemerintah negara-negara Arab dan Muslim gagal mencegah genosida terhadap rakyat Palestina, dan menyebut sikap diam mereka sebagai kejahatan besar.
Namun, pernyataan tersebut kini menuai kontroversi, salah satunya dari tokoh keagamaan paling berpengaruh di Mesir yang memilih pendekatan yang lebih strategis dan mengedepankan pertimbangan maslahat umat secara luas.