Ikhbar.com: Ada sekitar 47.000 media massa yang aktif di Indonesia. Angka itu terbagi ke dalam platform media cetak, radio, televisi, dan media online. Data yang diungkap Dewan Pers pada 2018 itu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan media masa terbanyak di dunia.
Peneliti komunikasi dan media, Mamay Mudjahid mengungkapkan, banyaknya jumlah media di Indonesia bisa menjadi penanda kebebasan pers yang semakin baik.
“Akan tetapi, ada sejumlah ahli yang menyebutkan bahwa hal ini perlu diwaspadai jika mengacu pada salah satu dari berbagai aliran jurnalisme dunia,” kata Mamay, saat menjadi narasumber dalam Workshop Penulisan Artikel Populer yang digelar Ikhbar.com, di Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Buntet Pesantren Cirebon, Jumat, 27 Januari 2023.
Mamay memaparkan, setidaknya ada enam aliran jurnalistik yang berlaku di dunia. Pertama adalah authorian theory. Menurutnya, paham pemberitaan ini banyak menulis dan memberitakan untuk kepentingan pemerintah atau penguasa.
“Kedua adalah libertarian theory, yakni kebalikan dari sebelumnya. Aliran ini memiliki semangat bahwa pemegang kuasanya adalah rakyat, yang diwakili media,” jelas Mamay.
Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon itu melanjutkan, paham ketiga yang banyak dipakai di dunia adalah social responsbilty theory.
“Media yang menganut paham ini akan memiliki keberpihakan kepada rakyat. Yang menentukan baik tidaknya media itu adalah rakyat. Mereka berusaha mendapatkan social trust. Tetapi pada saat yang sama mengkritik pemerintah, meski tidak secara keras,” kata dia.
Mazhab berikutnya, lanjut Mamay, ialah soviet communis concept. Aliran ini tumbuh di negara-negara komunis.
“Jadi kritiknya lebih ke pemerintah, terutama soal modal sosial dan ekonomi. Ini sangat kental di negara-negara komunis,” kata dia.
Mamay menyebutkan, dua teori selanjutnya muncul sebagai respons dari soviet communis concept.
“Untuk balancing dan kestabilan ekonomi mereka menganggap perlu mengadpsi prinsip-prinsip kritis terhadap pemilik modal,” katanya.
Dari enam aliran tersebut, Mamay mengungkapkan Indonesia hari ini lebih mengacu pada authorian atau libertarian theory.
“Menurut beberapa hasil penelitian, kita sekarang mendekati authorian dan libertarian. Kita sempat berada di authorian, di era orde baru, dengan penanda adanya istilah ‘diberedel,” kata dia.
“Kita sekarang lebih dekat ke libertarian, meski tidak sebebas di eropa. Namun, beberapa ahli harus diwaspadai karena masyarakat belum siap,” lanjut Mamay.
Idealnya, menurut dia, Indonesia mengacu paham social responsbilty theory. “Terus berusaha mendapatkan kepercayaan dan perubahan di masyarakat,” kata dia.