Lebih dari 1.000 Orang Tewas, Ini Kronologi Perang Israel Vs Hamas

Militer Israel sedang menyelamatkan korban tertimbun reruntuhan gedung pasca serangan Hamas, Ahad (8/10/2023). AP/Oren Ziv

Ikhbar.com: Korban tewas akibat perang antara kelompok Hamas dan Israel sejak Sabtu, 7 Oktober 2023 telah mencapai lebih dari 1.100 orang. Dari angka itu, lebih dari 700 orang di antaranya merupakan korban dari pihak Israel.

Memanasnya kawasan Timur Tengah ini dimulai dari serangan mendadak yang dilakukan militan Hamas di dekat perbatasan Gaza. Skala pertempuran yang terus meningkat itu akhirnya direspons Israel dengan deklarasi perang, pertama sejak 1973.

Baca: Ratusan Orang Tewas Buntut Hamas dan Israel Saling Serang, Indonesia Desak Setop Perang

Kondisi terkini

Serangan Hamas pecah pada Sabtu dini hari. Faksi Palestina itu memulai serangan multi-cabang sekitar pukul 6.30 pagi waktu setempat dengan ribuan roket yang ditujukan hingga Tel Aviv dan Yerusalem. Beberapa di antaranya mampu melewati sistem pertahanan Iron Dome dan menghantam bangunan.

Baku tembak pun terjadi hingga malam hari di 22 titik di Israel.

Keadaan mulai kacau karena banyak warga sipil yang terlibat dalam insiden tersebut.

Mayat-mayat berserakan di jalan Kota Sderot, Israel. Sebagian mereka masih berada di dalam mobil dengan kaca depan yang pecah akibat dihujani peluru.

“Saya melihat banyak mayat, baik dari militer maupun warga sipil,” kata warga setempat kepada AFP, dikutip pada Senin, 9 Oktober 2023.

Roket ditembakkan ke arah Israel dari Jalur Gaza, Sabtu, (7/10/2023) waktu setempat. Penguasa militan Hamas di Jalur Gaza melakukan serangan multi-front yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel. (AP/Fatima Shbair)

AFP melaporkan, orang-orang bersenjata dari Palestina berkumpul di sekitar tank Israel yang terbakar. Sebagian dari mereka ada yang menyita Humvee untuk digunakan kembali ke Gaza.

Sehari setelahnya, Israel membalas dan tanpa henti menggempur Jalur Gaza. Hingga Senin pagi, bentrok masih terjadi di kawasan tersebut.

Cadangan militer Israel juga telah memulai mobilisasi besar-besaran dan melakukan pengeboman udara terhadap instalasi dan pos komando Hamas di Gaza. Dari serangan itu, dilaporkan korban tewas sudah mencapai 230 jiwa dan 1.700 orang lainnya luka-luka.

Serangkaian serangan menelan lebih dari 1.100 korban jiwa. Sekitar 700 di antaranya merupakan pihak Israel. (AP/Tsafrir Abayov)

Membalas kekerasan Israel

Serangan Hamas itu dilakukan seiring terus meningkatnya kekerasan di Tepi Barat dan di sekitar perbatasan Gaza, terutama di tempat-tempat suci yang diperebutkan di Yerusalem.

Setidaknya sebanyak 247 warga Palestina, 32 warga Israel dan dua warga asing telah terbunuh dalam setahun ini.

Hamas menyebut serangannya sebagai “Operasi Badai Al-Aqsa” dan menyerukan pejuang perlawanan di Tepi Barat serta di sejumlah negara-negara Arab dan Islam untuk bergabung dalam pertempuran tersebut.

“Siklus intifada (pemberontakan) dan revolusi dalam pertempuran untuk membebaskan tanah dan tahanan kami yang mendekam di penjara pendudukan Israel harus diselesaikan,” kata Pemimpun Hamas, Ismail Haniyeh.

Dia mengatakan, operasi militer itu dilakukannya sebagai tanggapan atas kekejaman yang dihadapi warga Palestina selama beberapa dekade. Selain itu, Israel juga diketahui beberapa kali melakukan serangan di wilayah Masjid Al-Aqsa, yang merupakan tempat suci umat Islam.

“Kami ingin komunitas internasional menghentikan kekejaman di Gaza terhadap rakyat Palestina, tempat suci kami seperti Al-Aqsa. Semua hal inilah yang menjadi alasan di balik dimulainya pertempuran ini,” katanya.

Konflik dimulai dari pendudukan militer Israel di Jalur Gaza atau wilayah seluas sekitar 365 km persegi yang merupakan rumah bagi sekitar 2,3 juta warga Muslim. Hamas telah berkuasa di wilayah tersebut sejak 2007 setelah perang singkat melawan pasukan Fatah yang setia kepada Presiden Mahmoud Abbas, kepala Otoritas Palestina dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).

Baca: Kian Akrab, Menteri Komunikasi Israel Kunjungi Arab Saudi

Dituduh teroris

Gerakan Hamas didirikan di Gaza pada 1987 oleh Sheekh Ahmed Yasin dan ajudannya, Abdul Aziz al-Rantissi tak lama setelah dimulainya Intifada pertama atau sebuah pemberontakan melawan pendudukan Israel di wilayah Palestina.

Gerakan ini dimulai sebagai cabang dari Ikhwanul Muslimin di Mesir dan membentuk sayap militer, Brigade Izz al-Din al-Qassam. Kelompok tersebut dibuat untuk melakukan perjuangan bersenjata melawan Israel.

Mereka juga menawarkan program kesejahteraan sosial kepada warga Palestina yang menjadi korban pendudukan Israel.

Secara prinsip, Hamas tidak mengakui kenegaraan Israel, tidak seperti PLO yang mengakui keberadaan Negeri Yahudi itu. Hamas menerima negara Palestina berdasarkan perbatasan tahun 1967.

“Kami tidak akan melepaskan satu inci pun tanah air Palestina, apapun tekanan yang terjadi saat ini dan berapapun lamanya pendudukan,” kata Khaled Meshaal, pemimpin kelompok Palestina di pengasingan pada 2017 lalu.

Hamas juga dengan keras menentang perjanjian perdamaian Oslo yang dinegosiasikan oleh Israel dan PLO pada pertengahan tahun 1990-an. Kelompok ini secara resmi berkomitmen untuk mendirikan negara Palestina di wilayahnya sendiri.

Hamas ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Israel, Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, Kanada, Mesir, dan Jepang. Sebutan itu muncul lantaran Hamas juga tergabung sebagai bagian dari aliansi regional yang mencakup Iran, Suriah, dan kelompok Hizbullah di Lebanon yang menentang kebijakan Amerika Serikat (AS) terhadap Timur Tengah dan Israel.

Hamas dan sejumlah aliansi jihad Islam lainnya merupakan kelompok bersenjata terbesar kedua di kawasan itu. Mereka kerap kali bersatu ketika menghadapi kepentingan bersama untuk melawan Israel.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.