Konferensi Pemikiran Gus Dur Tegaskan ‘Rahmatan lil ‘Alamin’ Cakup Relasi dengan Alam

Pembukaan Tunas Gusdurian 2025. Foto: Dok. Gusdurian

Ikhbar.com: Seruan agar manusia kembali membangun persaudaraan dengan alam mengemuka dalam konferensi pemikiran Gus Dur dalam rangka Temu Nasional (Tunas) Gusdurian mengenai keadilan ekologi.

Pesan tersebut disampaikan aktivis agraria sekaligus intelektual publik, Noer Fauzi Rachman pada Jumat, 29 Agustus 2025 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur pada Jumat, 29 Agustus 2025.

Dalam forum tersebut, Noer Fauzi—akrab disapa Pak Ozi—menekankan konsep Rahmatan Lilalamin yang menurutnya tidak hanya menyangkut relasi antarmanusia, tetapi juga relasi dengan alam.

Baca: Nyai Sinta dan Gusdurian Panjatkan Doa untuk Almarhum Affan, Ojol yang Tewas Dilindas Polisi

“Alam seharusnya diperlakukan layaknya saudara sendiri yang mesti dijaga dan dihormati,” ujarnya.

Ironisnya, kata Pak Ozi, manusia yang diklaim sebagai makhluk paling berakal justru menjadi pihak paling banyak merusak bumi. Hal ini kontras dengan hewan yang justru berperan menjaga keseimbangan ekosistem.

Selain isu ekologi, Pak Ozi turut mengulas gagasan Gus Dur dalam merevitalisasi pesantren. Ia menyebut ada dua langkah penting, pertama, menghidupkan kembali nilai-nilai positif yang diwariskan. Kedua, memperbarui nilai lama yang sudah tidak relevan dengan kondisi zaman.

“Perbedaan pandangan dalam hukum agama sangat wajar, karena manusia hidup dalam konteks dan kondisi yang berbeda. Di situlah bukti bahwa Tuhan memanusiakan manusia,” jelasnya.

Baca: Haul Ponpes KHAS Kempek Usung Semangat ‘Ramah Lingkungan’

Sementara itu, KH Tantowi Musaddad mengupas pandangan Gus Dur tentang pentingnya memanusiakan manusia. Menurutnya, bahkan Tuhan pun memuliakan manusia dengan memberi ruang bagi mereka untuk menafsirkan hukum agama. Dari situlah lahir beragam madzhab dan perbedaan pemikiran.

Ia menegaskan bahwa Tuhan menempatkan manusia sebagai subjek aktif yang dihargai, bukan sekadar objek yang didikte.

“Lingkungan juga bagian dari manusia, maka menjaga kelestarian alam berarti memanusiakan manusia,” katanya.

Pandangan lain datang dari Nissa Wargadipura yang menekankan pendidikan berbasis kearifan lokal. Ia mencontohkan bagaimana ajaran Islam dapat dipadukan dengan budaya, sehingga lebih mudah dipahami masyarakat.

“Ketika dipadukan, green Islam justru menemukan ruangnya dalam ekosistem. Yang awalnya sulit mempelajari lingkungan lewat kitab kuning, bisa dipahami melalui hadis dan Al-Qur’an lewat proses ijtima’. Banyak ulama yang mengombinasikan pemikiran ketauhidan dengan kesadaran bahwa alam adalah bagian dari syahadat kita,” tutur Nissa.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.