Kerasnya Daging Kuda hingga Jagung Busuk Jadi Santapan Pengungsi di Gaza

Seorang pria Palestina dengan kereta yang ditarik kuda menjual tanaman yang dapat dimakan di jalan utama Rafah di Jalur Gaza selatan. Foto: Dok. AFP

Ikhbar.com: Sejumlah warga Palestina yang berada di kamp pengungsian Jabalia, Gaza Utara masih mengalami kelaparan. Mereka harus melakukan berbagai cara demi bertahan hidup di tengah gempuran Israel.

Pahitnya hidup di pengungsian Jabalia dirasakan Abu Gibril (60). Ia terpaksa menyembelih dua kuda miliknya agar dapat memberi makan keluarga. 

“Kami tidak punya pilihan lain selain menyembelih kuda untuk memberi makan anak-anak. Kelaparan nyaris membunuh kami,” ujar Gibril dikutip dari AFP pada Senin, 26 Februari 2024.

Keterpaksaan kondisi

Di desanya, yakni Di Beit Hanun, Gibril biasa menggunakan dua ekor kuda kesayangannya untuk membajak sawah. Namun semuanya berubah setelah Israel tak henti menggempur Gaza.

“Serangan Israel telah menghancurkan rumah saya. Beruntung, saya masih bisa menyelamatkan dua kuda saya,” katanya.

“Saya merebus daging sebagai lauk dari nasi, dan tanpa disadari memberikannya kepada keluarga dan tetangga. Tidak ada yang tahu mereka sebenarnya sedang memakan daging kuda,” jelas Gibril.

Baca: Daftar Peristiwa Penting Hari ke-140 Serangan Israel di Gaza

Gibril mengaku terpaksa mengungsi di Jabalia setelah kondisi di desanya sudah tidak mungkin lagi ditempati. 

“Rumah saya sekarang berupa tenda yang ada di dekat sekolah. Pengungsian ini dikelola PBB,” katanya.

Ia menjelaskan, kondisi air yang tidak layak konsumsi dan pemadaman listrik sudah menjadi pemandangan biasa di kamp pengungsian Jabalia.

“Kondisi di pengungsian kian diperparah dengan 100.000 penduduk yang terpaksa menganggur,” ucap dia.

Gibril menjelaskan, di pengungsian yang didirikan sejak 1948 itu penduduknya masih mengalami kelaparan. Hal itu disebabkan sejumlah bantuan tidak dapat masuk ke kamp dengan luas hanya 1,4 kilometer persegi itu.

Akibat sulitnya bantuan yang masuk, PBB sampai menyebut bahwa ada 2,2 juta orang di Palestina yang terancam mati karena kelaparan.

Ancaman tersebut kian nyata. Pada Jumat, 22 Februari 2024 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Gaza melaporkan seorang bayi berusia dua bulan meninggal karena kekurangan gizi.

“Bayi tersebut meninggal di rumah sakit Kota Gaza, tujuh kilometer jauhnya dari Jabalia,” tulis Kemenkes Gaza.

Anak-anak mengemis

AFP melaporkan, anak-anak di kamp pengungsian Jabalia kerap kali mengemis di pinggir jalan. Dengan kondisi basah kuyup, mereka memegang wadah plastik dan panci yang sudah usang demi mengharap iba.

Kondisi di pengungsian kian diperburuk dengan melonjaknya harga pangan. Beras yang biasanya dibandrol dengan harga 7 shekel atau sekitar Rp28.000 per kg, kini menjadi 55 shekel atau berkisar Rp220.000.

“Kami, orang dewasa, masih bisa bertahan, tapi anak-anak yang berusia empat dan lima tahun ini, kesalahan apa yang mereka lakukan hingga tidur dalam keadaan lapar dan bangun dalam keadaan lapar?” kata Gibril dengan nada emosi.

Badan Anak-anak PBB, UNICEF, menyebut bahwa kelaparan di Jabalia bisa menjadi bom waktu bagi anak-anak. Mereka memprediksi akan ada banyak anak yang mati kelaparan di tempat tersebut.

“Data per 19 Februari 2024, satu dari enam anak berusia di bawah dua tahun di Gaza mengalami kekurangan gizi akut. Warga mulai memakan sisa-sisa jagung busuk, pakan ternak yang tidak layak untuk dikonsumsi manusia, bahkan dedaunan untuk mencoba mencegah rasa lapar yang semakin meningkat,” tulis PBB.

“Tidak ada makanan, tidak ada gandum, tidak ada air minum. Kami mulai meminta uang kepada tetangga. Kami tidak punya satu shekel pun di rumah. Kami mengetuk pintu dan tidak ada yang memberi kami uang,” kata salah seorang perempuan pengungsi kamp Jabalia.

Perlawanan

Kondisi yang kian memburuk di Jabalia membuat penduduknya melakukan perlawanan. Pada Jumat, 23 Februari 2024, mereka melayangkan demonstrasu protes yang melibatkan puluhan orang.

Seorang anak mengacungkan papan bertuliskan: “Kami tidak mati karena serangan udara, tetapi kami sekarat karena kelaparan.”

Sementara pengunjuk rasa lainnya mengangkat poster berisi peringatan “Kelaparan menggerogoti daging kita.”

“Tidak untuk kelaparan. Tidak untuk genosida. Tidak untuk blokade,” tulis poster demonstran lainnya.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.