Ikhbar.com: Pasokan air di Jalur Gaza kembali dihantam krisis setelah otoritas Israel menghentikan aliran dari perusahaan air nasional Mekorot. Langkah tersebut menyebabkan terputusnya sekitar 70% dari total suplai air bersih ke wilayah kantong Palestina yang telah lama mengalami blokade dan keterbatasan infrastruktur.
Juru bicara Pemerintah Kota Gaza, Hosni Mehanna menyampaikan bahwa pemutusan itu memengaruhi jalur utama pipa air yang berada di lingkungan Shujaiya, sebelah timur Kota Gaza. Kawasan tersebut merupakan salah satu wilayah yang menjadi sasaran gempuran militer Israel sejak Kamis, pekan lalu.
“Penyebab pasti dari pemutusan ini belum jelas. Kami sedang berkoordinasi dengan organisasi internasional untuk memeriksa apakah pipa tersebut mengalami kerusakan akibat pemboman berat yang dilakukan militer Israel di sekitar lokasi,” ujar Mehanna, seperti dikutip dari Al Jazeera, Ahad, 6 April 2025.
Baca: Meta Dituding Iklankan Pemukiman Ilegal di Tepi Barat
Menurut Mehanna, pemutusan itu bisa jadi merupakan dampak langsung dari aktivitas militer, tetapi tidak menutup kemungkinan berasal dari keputusan politik yang disengaja oleh otoritas Israel. Kedua kemungkinan tersebut, kata dia, sama-sama menimbulkan risiko besar bagi keselamatan warga Gaza.
“Apapun penyebabnya, dampaknya sangat serius. Jika aliran dari Mekorot tidak segera dipulihkan, Gaza akan menghadapi krisis air total,” tegasnya.
Jalur Gaza selama bertahun-tahun telah berada dalam kondisi darurat air bersih. Wilayah ini mengalami keruntuhan sistem infrastruktur, air tanah yang tercemar, serta kekurangan sumber daya yang dapat diandalkan. Situasi tersebut membuat sekitar dua juta penduduknya bergantung pada suplai dari sumber eksternal, termasuk dari Mekorot, yang merupakan perusahaan air nasional milik Israel.
Penghentian aliran ini meningkatkan kekhawatiran akan potensi kelangkaan air yang meluas, dehidrasi massal, serta kemungkinan merebaknya berbagai penyakit akibat sanitasi yang buruk dan air yang tidak layak konsumsi. Keterbatasan pasokan air bersih juga berdampak pada fasilitas kesehatan, dapur umum, serta tempat penampungan darurat yang saat ini menampung puluhan ribu pengungsi akibat serangan yang terus berlangsung.
Selama lebih dari 16 tahun, Jalur Gaza hidup dalam kondisi blokade darat, laut, dan udara yang diberlakukan Israel. Blokade ini telah membuat wilayah itu sangat bergantung pada bantuan kemanusiaan internasional dan pasokan dasar dari luar. Meski demikian, bantuan tersebut kerap tidak mencukupi untuk menutup kebutuhan minimal warganya, terutama dalam kondisi konflik seperti saat ini.
Sejumlah laporan lembaga kemanusiaan sebelumnya mencatat bahwa otoritas Israel kerap memutuskan aliran air atau membatasi distribusi ke wilayah Palestina di Gaza maupun Tepi Barat. Namun, skala penghentian kali ini tercatat sebagai yang paling drastis dalam beberapa bulan terakhir.
Baca: Hungaria Tolak Tangkap Netanyahu
Krisis air ini terjadi di tengah meningkatnya agresi militer Israel di berbagai wilayah Palestina. Tidak hanya di Jalur Gaza, kekerasan juga meningkat di Tepi Barat. Menurut laporan kantor berita resmi Palestina, Wafa, pasukan Israel menyerbu dua desa di distrik Ramallah dan el-Bireh, yakni Kafr Malek dan Kafr Nima pada Sabtu, kemarin.
Dalam laporan itu disebutkan bahwa tentara Israel secara paksa memasuki sebuah rumah di daerah Al-Hara al-Fuqa di Desa Kafr Malek. Sementara itu, di Desa Kafr Nima, tentara bersenjata terlihat menyebar di berbagai titik jalan utama, menguasai ruang gerak warga.
Penyerbuan demi penyerbuan ini merupakan bagian dari operasi militer Israel yang telah berlangsung selama berbulan-bulan di wilayah Tepi Barat. Serangkaian aksi tersebut menimbulkan kekhawatiran komunitas internasional akan potensi pengusiran massal terhadap warga Palestina, serta upaya aneksasi wilayah oleh Israel.