Hukum Menjarah Rumah Pejabat menurut MUI

Ilustrasi: Barang yang dikeluarkan dari rumah Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani oleh massa tidak dikenal di Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, 31 Agustus 2025. Foto: Antara/Muhammad Iqbal

Ikhbar.com: Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa aksi penjarahan rumah, termasuk kediaman pejabat negara, merupakan perbuatan yang dilarang secara hukum agama maupun hukum negara.

Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. Dr. KH Asrorun Ni’am Sholeh, mengingatkan masyarakat agar tidak mencederai aksi unjuk rasa dengan tindakan anarkis dan pencurian.

Pernyataan itu disampaikan Prof. Ni’am menanggapi maraknya kasus penjarahan rumah sejumlah tokoh publik, mulai dari Anggota DPR RI, Ahmad Sahroni, Eko Patrio, Uya Kuya, hingga Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani.

Menurutnya, aspirasi masyarakat sah disampaikan, tetapi tidak boleh diwujudkan dengan kekerasan atau merampas hak orang lain.

“Bagi massa yang mengambil, menyimpan, atau menguasai barang yang bukan haknya, segera kembalikan kepada pemilik atau serahkan kepada pihak berwenang, agar tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari,” kata Prof. Ni’am dikutip dari laman MUI pada Selasa, 2 September 2025.

Guru Besar Ilmu Fikih UIN Jakarta itu menegaskan, penjarahan maupun bentuk anarkisme lain jelas bertentangan dengan prinsip syariat Islam dan peraturan perundang-undangan. Karena itu, ia mengajak seluruh pihak untuk menahan diri, melakukan muhasabah, dan bersama-sama menjaga kedamaian.

Baca: MUI Tegaskan Fatwa hanya Bisa Diambil Ulama, Bukan AI

Di tengah kondisi sosial ekonomi dan politik yang tidak stabil serta kesenjangan yang masih terasa tinggi, pejabat maupun masyarakat sudah seharusnya menampilkan pola hidup sederhana,” ujarnya.

Selain itu, Pengasuh Pondok Pesantren An-Nahdlah, Depok, Jawa Barat itu mengingatkan pentingnya membangun solidaritas sosial, memperkuat kesetiakawanan, serta menjauhi gaya hidup mewah dan flexing di ruang publik, termasuk hanya untuk konten media sosial.

Lebih jauh, Prof. Ni’am menilai aspirasi mahasiswa maupun masyarakat yang muncul sebagai bentuk kritik kebijakan negara harus direspons secara cepat dan bijak oleh pemerintah. Baginya, mendengar suara rakyat serta melakukan koreksi kebijakan adalah bagian dari tanggung jawab moral dan politik.

“Masyarakat agar menahan diri dari tindakan anarkistik, vandalisme, perusakan fasilitas umum, serta penjarahan dan penguasaan properti milik orang lain secara tidak sah,” pungkasnya.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.