Gusdurian Tolak Revisi UU TNI

Pernyataan Sikap Jaringan Gusdurian Terkait Situasi Politik Pemilu 2024 yang digelar di Griya Gusdurian Bantul Yogyakarta, Jumat (9/2/2024). Dok GUSDURIAN

Ikhbar.com: Jaringan Gusdurian secara tegas menolak revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang saat ini tengah dibahas oleh DPR RI dan pemerintah. Gusdurian menilai, revisi ini berpotensi menghidupkan kembali konsep Dwifungsi ABRI, yang sebelumnya telah dihapus dalam reformasi TNI di era Presiden KH Abdurrahman ‘Gus Dur’ Wahid.

Pembahasan revisi UU TNI yang berlangsung dalam beberapa hari terakhir menuai kecaman dari berbagai kalangan pro-demokrasi. Meskipun menuai kontroversi, pembahasan tersebut disebut sudah rampung dan akan segera dibawa ke tingkat II atau paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang. Selain substansinya yang dianggap bermasalah, proses pembahasan yang berlangsung di hotel mewah serta penjagaan ketat dari pasukan elite Kopassus juga turut menjadi sorotan.

Jaringan GUSDURian menilai bahwa revisi ini akan membawa dampak buruk bagi demokrasi Indonesia. Dalam sistem demokrasi yang sehat, militer harus berada di bawah kontrol sipil dan tidak memiliki peran langsung dalam pemerintahan atau politik. Dengan demikian, keterlibatan prajurit aktif dalam urusan di luar pertahanan negara dapat mengurangi profesionalisme militer dan berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan.

“Jaringan GUSDURian menegaskan bahwa mereka menolak revisi UU TNI yang berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi TNI/Polri. Prajurit aktif harus fokus pada tugas pertahanan negara, bukan politik atau administrasi pemerintahan,” tulis Gusdurian dalam siaran pers yang diterima pada Rabu, 19 Maret 2025.

Baca: Sinikhbar: Kenapa Gen Z Harus Kenal Gus Dur?

Gusdurian juga mengecam pembahasan RUU TNI yang dinilai tidak transparan dan cenderung menghindari pengawasan publik.

“Apalagi rapat tersebut menggunakan fasilitas mewah di tengah banyaknya jargon efisiensi yang berimbas pada memburuknya pelayanan publik di berbagai sektor,” tulis meraka.

Lebih lanjut, Gusdurian mengajak DPR RI dan pemerintah untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan kelompok tertentu dengan menolak bentuk-bentuk pelemahan demokrasi.

“Menyetujui RUU TNI yang berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi TNI/Polri adalah bentuk pengkhianatan terhadap reformasi,” tegas mereka.

Oleh karena itu, mereka juga mendorong seluruh masyarakat Indonesia untuk mengawal demokrasi dan semangat reformasi yang menjunjung tinggi supremasi sipil.

Sebagai tindak lanjut, Gusdurian menginstruksikan seluruh penggeraknya untuk melakukan konsolidasi nasional bersama jejaring masyarakat sipil guna memantau dinamika sosial dan politik serta menyiapkan langkah-langkah strategis dalam menyelamatkan demokrasi.

“Kami akan terus memantau perkembangan ini dan siap mengambil langkah strategis demi menjaga demokrasi tetap utuh di Indonesia,” tulis mereka dalam pernyataan tersebut.

Jaringan Gusdurian juga menegaskan bahwa demokrasi Indonesia harus tetap dijaga dari upaya-upaya pelemahan yang dapat mengancam supremasi sipil. Reformasi TNI yang telah diperjuangkan sejak era transisi harus tetap dipertahankan demi terciptanya sistem demokrasi yang sehat dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Baca: Pemerintah Godok Usulan Pahlawan Nasional 2025, Ada Gus Dur dan Kiai Abbas Buntet Pesantren

Berikut adalah lima poin pernyataan Jaringan Gusdurian terhadap rencana revisi UU TNI:

Pertama, menolak revisi UU TNI yang berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi TNI/Polri. Prajurit aktif harus fokus pada tugas pertahanan negara, bukan politik atau administrasi pemerintahan. Keterlibatan prajurit aktif dalam politik dapat mengurangi profesionalisme dan membuat tentara abai terhadap tugas utamanya sebagai penjaga kedaulatan negara. Selain itu, dengan kekuatan bersenjata dan posisi strategis dalam pemerintahan, tentara berpotensi menyalahgunakan kekuasaan, melanggar HAM, dan bersikap represif terhadap masyarakat.

Kedua, mengecam pembahasan RUU TNI yang tidak transparan dan cenderung menghindari pengawasan publik. Apalagi rapat tersebut menggunakan fasilitas mewah di tengah banyaknya jargon efisiensi yang berimbas pada memburuknya pelayanan publik di berbagai sektor.

Ketiga, mengajak Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara dengan menolak bentuk-bentuk pelemahan demokrasi. Menyetujui RUU TNI yang berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi TNI/Polri adalah bentuk pengkhianatan pada reformasi.

Keempat, mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mengawal demokrasi dan semangat reformasi yang menjunjung tinggi supremasi sipil.

Kelima, mengajak seluruh penggerak GUSDURian untuk melakukan konsolidasi nasional bersama jejaring masyarakat sipil di berbagai titik guna mengamati dinamika sosial dan politik serta menyiapkan langkah-langkah strategis untuk menyelamatkan demokrasi.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.