Ikhbar.com: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan potensi cuaca ekstrem yang diprediksi terjadi di sejumlah wilayah Indonesia dalam sepekan ke depan. Fenomena ini berpotensi menimbulkan hujan lebat disertai angin kencang, sehingga masyarakat diimbau meningkatkan kewaspadaan.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyampaikan kondisi atmosfer saat ini cukup dinamis dan dapat meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi.
“Dinamika atmosfer memicu potensi hujan lebat hingga sangat lebat disertai angin kencang yang harus diwaspadai masyarakat dan pemerintah daerah. Kondisi ini berpotensi menimbulkan banjir, longsor, dan gelombang tinggi,” ujarnya dikutip dari laman BMKG pada Sabtu, 13 September 2025.
Dwikorita menjelaskan, potensi hujan ekstrem dipengaruhi beberapa faktor atmosfer, di antaranya fase Dipole Mode Index (DMI) negatif (−1,27) serta anomali Outgoing Longwave Radiation (OLR) yang mendukung pembentukan awan hujan. Aktivitas Madden–Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, Rossby ekuator, hingga gelombang atmosfer frekuensi rendah juga sedang aktif.
Baca: Di Balik Kecerdasan Google Gemini, Ada Ribuan Pelatih AI Berupah Rendah
Selain itu, bibit siklon tropis 93S di Samudra Hindia barat Bengkulu dan pola siklonik di Kalimantan Utara turut memperbesar peluang hujan lebat.
BMKG memprediksi pada periode 12–14 September hujan lebat akan melanda Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku, Papua Tengah, dan Papua Selatan. Sementara angin kencang diperkirakan terjadi di Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, dan Maluku.
Untuk periode 15–18 September, hujan deras diperkirakan mengguyur Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, serta Papua Selatan. Potensi angin kencang masih mengintai wilayah Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, dan Maluku.
Banjir dan longsor yang melanda Bali pada 9–10 September 2025 menjadi catatan serius. BNPB mencatat bencana hidrometeorologi tersebut melanda tujuh kabupaten/kota dengan lebih dari 120 titik banjir. Denpasar menjadi daerah terparah dengan 81 titik banjir, disusul Gianyar 14 titik, Badung 12 titik, Tabanan 8 titik, serta Karangasem, Jembrana, dan Klungkung dengan jumlah lebih sedikit.
Curah hujan ekstrem menjadi pemicu utama banjir besar tersebut. Di Jembrana, intensitas hujan harian mencapai 385,5 mm, sementara di Tampak Siring tercatat 373,8 mm, Karangasem 316,6 mm, Klungkung 296 mm, dan Abiansemal 284,6 mm. Beberapa wilayah lain seperti Denpasar Barat, Petang, Kerambitan, hingga Padangbai juga melaporkan curah hujan di atas 200 mm per hari. Padahal, secara klimatologis hujan di atas 150 mm/hari sudah dikategorikan ekstrem.
Dwikorita menjelaskan, kondisi tersebut diperparah oleh faktor lokal. “Aktivitas MJO, gelombang Kelvin, dan Rossby ekuator yang aktif, ditambah atmosfer labil di Bali, memperbesar potensi terbentuknya awan konvektif secara masif,” ungkapnya.
Selain faktor atmosfer, BMKG menyoroti persoalan drainase dan alih fungsi lahan yang memperparah banjir. Saluran air yang tersumbat sedimen dan sampah tidak mampu menampung debit air besar, sementara perubahan lahan resapan menjadi permukiman mengurangi kemampuan tanah menyerap air.
Kejadian di Bali memperlihatkan betapa pentingnya sistem peringatan dini. BMKG telah mengeluarkan prospek cuaca sejak 5 September, disusul peringatan tiga harian, hingga pembaruan nowcasting per jam saat hujan ekstrem berlangsung. Pada 9–10 September saja, BMKG merilis 11 kali pembaruan peringatan dini khusus untuk Bali.
Menutup pernyataannya, Dwikorita mengimbau masyarakat meningkatkan kewaspadaan terhadap cuaca ekstrem sepekan mendatang. Informasi resmi dapat diakses melalui aplikasi, media sosial, maupun siaran televisi BMKG. Ia juga mengingatkan pentingnya langkah mitigasi sederhana, seperti menjaga kebersihan drainase dan tidak membuang sampah sembarangan.
“Dengan kesiapsiagaan dan langkah mitigasi yang tepat, risiko bencana akibat cuaca ekstrem dapat ditekan,” pungkasnya.