Ikhbar.com: Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menegaskan bahwa melemahnya mental siswa dalam menghadapi ujian berskala nasional merupakan dampak dari absennya Ujian Nasional (UN) selama beberapa tahun terakhir.
Penilaian itu disampaikan Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Toni Toharudin, yang menyoroti rendahnya ketangguhan mental peserta didik saat mengikuti asesmen akademik terkini.
Toni menjelaskan bahwa hilangnya tradisi mengikuti ujian berskala nasional membuat banyak siswa tidak lagi terbiasa menghadapi tekanan kompetisi.
Baca: Psikoterapis Ungkap 7 Pertanyaan Kunci Gantikan ‘Bagaimana Sekolahmu?’ demi Mental Anak
“Setelah beberapa tahun kita tanpa asesmen berskala nasional, mungkin bisa dilihat banyak siswa yang tidak lagi terlatih secara mental menghadapi ujian ini,” ujarnya dalam tayangan YouTube TV Parlemen, Kamis, 27 November 2025.
Ujian yang dimaksud adalah Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang berlangsung pada awal November 2025 lalu.
Ia menilai TKA membuka fakta bahwa sebagian besar siswa belum terlatih untuk bersikap jujur dan stabil dalam situasi yang benar-benar menekan.
“Sebetulnya mereka cerdas, tapi belum semua terbiasa bertanding dengan jujur dalam tekanan yang nyata,” kata Toni.
Terkait penyusunan soal, Toni memastikan TKA dirancang secara berjenjang di tingkat pusat maupun daerah. Struktur soal dibuat untuk mengukur kemampuan knowing, applying, dan reasoning, sekaligus menilai hubungan antara konsep pembelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari.
“Hal ini bertujuan memastikan bahwa proses pembelajaran menghasilkan pemahaman yang bermakna dan fungsional. Bukan sekadar penguasaan prosedural,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti lemahnya kemampuan penalaran siswa Indonesia, khususnya dalam materi matematika. Menurutnya, banyak peserta didik tidak mampu memproses soal cerita yang memerlukan pemahaman sebelum sampai pada inti pertanyaan.
“Pembelajaran matematika misalnya, tantangan murid kita sering kali bukan pada kompleksitas materi, melainkan pada kemampuan mentransformasikan masalah,” tuturnya.
Ia menambahkan, kendala itu berkaitan erat dengan kemampuan literasi dan numerasi. Pemerintah, lanjut Toni, mendorong penerapan kebijakan deep learning atau pembelajaran mendalam agar siswa tidak hanya memahami pelajaran, tetapi juga mampu menggunakannya dalam konteks nyata.
“Sehingga peserta didik tidak hanya memahami apa yang dipelajari, tetapi juga mampu memanfaatkan pengetahuan tersebut secara efektif untuk menjawab tantangan dunia nyata,” pungkasnya.