Bincang Buku 16 HAKTP Soroti Kejujuran sebagai Dasar Kebebasan Perempuan

Peserta diskusi buku bersama penulis Annisa Resmana. Foto: Dok. Istimewa

Ikhbar.com: Paham Perempuan bersama Ruang Perempuan Eps menggelar Bincang Buku “Telinga yang Tidak Dijual di Pasar Saham” bersama pelulisnya, Annisa Resmana, di Episode Kopi Pamitran, Kejaksan, pada Selasa, 25 November 2025.

Kegiatan yang didukung mertika.id dan Gusdurian Cirebon ini menjadi bagian dari rangkaian 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (#HAKTP).

Acara dibuka pukul 18.40 WIB dengan penampilan tari. Setelah itu, diskusi berlangsung dengan fokus pada gagasan-gagasan dalam buku puisi Annisa yang menyoroti dinamika perempuan di tengah perubahan sosial.

Buku ini, menurut Annisa, ditujukan bukan hanya untuk perempuan, tetapi juga laki-laki dan pembaca umum yang ingin memahami persoalan perempuan secara lebih dekat.

Dalam diskusi, Annisa menjelaskan bahwa isu perempuan telah lama dibicarakan, tetapi belum mendapatkan ruang ideal di masyarakat.

Baca: Beban Pekerja Migran Perempuan dan Krisis Keluarga menurut Islam

“Isu perempuan sering dibahas, tapi belum sepenuhnya menjadi isu publik yang dipahami bersama,” ujar Annisa.

Buku “Telinga yang Tidak Dijual di Pasar Saham” karya Annisa Resmana. Foto: Dok. Facebook Muhammad Subhan

Menurutnya, perempuan memang semakin tampil dan berperan di ranah publik, namun beban domestik dan ekspektasi sosial masih menahan langkah mereka.

Ia mengaku terkesan melihat laki-laki terlibat dalam persiapan pameran 16 HAKTP di Episode Kopi. Bagi Annisa, hal itu menunjukkan bahwa kesadaran mengenai isu perempuan mulai bergerak lebih inklusif.

“Ini tanda bahwa pemahaman soal perempuan sudah mulai dikonsumsi juga oleh laki-laki,” ujarnya.

Annisa mengungkapkan bahwa proses kreatifnya tidak mudah. Ia mengalami kesulitan mengumpulkan data formal, sehingga memilih pendekatan sastra agar lebih jujur dalam menyuarakan pengalaman perempuan.

“Indra yang paling saya pakai adalah telinga,” katanya.

Ia mengaku banyak mendengar cerita perempuan yang kehilangan jati diri setelah menikah atau terjebak dalam konstruksi sosial yang menuntut mereka selalu berperan sempurna.

Pilihan metafora pasar saham dalam judul, menurutnya, muncul dari pengamatan bahwa banyak perempuan sebenarnya terlibat dalam ruang ekonomi modern, meski jarang terlihat.

“Penyair harus berbicara sesuai zamannya. Karena itu saya memilih diksi yang relevan dengan kehidupan hari ini,” katanya.

Cover buku yang cenderung feminin, ujar Annisa, memang sengaja dirancang untuk menarik perhatian pembaca lelaki. Banyak yang mengira bahwa buku ini membahas ekonomi, namun setelah membaca, mereka justru menemukan perspektif baru tentang relasi gender.

Menanggapi pandangan bahwa perempuan mandiri kerap dicap angkuh, Annisa menyebut bahwa definisi feminis tidak perlu dirumitkan.

“Feminisme, menurut saya, berangkat dari kejujuran terhadap diri sendiri,” katanya.

Ia menjelaskan bahwa setiap keputusan hidup—baik menikah, berkarier, atau tidak keduanya—harus muncul dari kesadaran penuh. Jika keputusan diambil karena tekanan sosial, maka konflik batin justru akan semakin besar.

“Manusia akan terus berevolusi, dan pilihan hidup pun ikut berubah. Yang penting kita jujur dan sadar,” ujarnya.

Annisa juga menyoroti pandangan bahwa perempuan terlalu memikirkan penampilan. Baginya, merawat diri adalah bentuk penghargaan terhadap diri sendiri, bukan semata tuntutan sosial.

“Kalau ingin berdandan, berdandan saja. Kalau tidak ingin, ya tidak apa-apa. Yang penting jujur dengan diri sendiri,” katanya.

Menurutnya, perempuan tidak boleh membiarkan dirinya terabaikan hanya karena fokus mengurus anak atau keluarga. Kebahagiaan diri merupakan dasar untuk membahagiakan orang lain.

Ketika membahas cara memperluas pemahaman kesetaraan gender di keluarga, Annisa menilai bahwa mengubah pola pikir orang tua bukanlah hal yang mudah.

“Mengubah orang tua itu seperti membengkokkan bambu yang sudah kokoh,” ujarnya.

Ia menyarankan agar energi difokuskan pada generasi setelahnya. Menurutnya, perempuan perlu menjaga jarak dari lingkungan yang mempertahankan pandangan kuno dan mendekat pada ruang yang mendukung perspektif positif. Pemahaman yang sehat, katanya, tumbuh melalui komunikasi pelan dan konsisten.

Menutup diskusi, Annisa menyampaikan bahwa ia tidak menaruh ekspektasi besar soal penjualan buku. “Saya hanya berharap buku ini hadir kepada orang-orang yang membutuhkan, pada waktu yang tepat,” katanya.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.