Prof Rokhmin Dorong Kota Tual Jadi Model Ekonomi Biru Nasional

Anggota Komisi IV DPR RI, Prof. Dr. Ir. H. Rokhmin Dahuri. Foto: Dok. Rokhmin Dahuri

Ikhbar.com: Anggota Komisi IV DPR RI, Prof. Dr. Ir. H. Rokhmin Dahuri, menegaskan bahwa Kota Tual yang terletak di Provinsi Maluku memiliki potensi besar untuk menjadi model ekonomi biru nasional. Dengan 98,78% wilayah laut dan 66 pulau, wilayah ini dinilai memiliki keunggulan strategis untuk mendorong kesejahteraan masyarakat pesisir dan memperkuat ekonomi kelautan Indonesia.

“Pembangunan sektor perikanan tangkap, akuakultur, bioteknologi laut, dan pariwisata bahari adalah fondasi utama menuju kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Guru Besar IPB University itu dalam Rapat Koordinasi Pengembangan Potensi Daerah Sektor Agriomaritim di Kantor Wali Kota Tual pada Rabu, 5 November 2025.

Prof. Rokhmin menyebut bahwa Kota Tual telah menunjukkan kemajuan signifikan di berbagai sektor. Hilirisasi perikanan kini menghasilkan 12 produk olahan, jumlah hotel meningkat dari 12 menjadi 17 unit, dan UMKM mulai bertransformasi melalui digitalisasi.

Selain itu, wilayah tersebut mengalami kenaikan indeks Pembangunan Manusia (IPM) dari 67,96 menjadi 72,84. Meski demikian, ia mengingatkan bahwa tantangan perubahan iklim tidak bisa diabaikan, seperti meningkatnya intrusi air laut dan risiko bencana di wilayah Kur serta Tayando Tam.

“Ekonomi biru bukan hanya tentang laut, tapi juga tentang keseimbangan antara ekonomi, ekologi, dan kesejahteraan sosial,” tegasnya.

Dengan pendekatan “Blue Sky – Blue Ocean”, Prof. Rokhmin menyerukan kolaborasi lintas sektor agar pembangunan pesisir berjalan berkelanjutan. Ia menilai Tual siap menjadi laboratorium nasional pembangunan maritim yang tangguh, adaptif, dan berdaya saing.

Menurutnya, ada tujuh keunggulan utama yang dapat menjadi magnet investasi, yakni dominasi wilayah laut, hilirisasi perikanan, pariwisata bahari, digitalisasi UMKM, peningkatan SDM, infrastruktur maritim, serta penguatan ekonomi sirkular.

Meski begitu, ancaman perubahan iklim terus membayangi. Data menunjukkan intrusi air laut meningkat dari 87 menjadi 114 hektare, sementara skor risiko bencana mencapai 249,60. Namun, berkat program pertanian terpadu dan varietas tahan salinitas, kerusakan produksi pertanian berhasil ditekan dari 8,4% menjadi 4,2%.

Baca: Prof Rokhmin Ajak Nelayan Pidie Kembangkan Industri Perikanan Modern

“Kita tidak bisa menunda adaptasi. Kota Tual harus tangguh menghadapi iklim ekstrem dengan inovasi berbasis ilmu dan teknologi,” ujar sosok yang pernah menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan 2001-2004 itu.

Dalam paparannya, Prof. Rokhmin menjelaskan peta jalan pembangunan Kota Tual menuju daerah yang maju, sejahtera, mandiri, dan berkelanjutan. Ia menekankan pentingnya tata kelola pemerintahan yang berpihak pada pelayanan publik, pemberdayaan pesisir, dan peningkatan daya saing daerah.

“Dengan 98,78 persen wilayah laut, Kota Tual punya modal besar untuk memimpin ekonomi biru Indonesia. Tapi modal ini harus diolah dengan visi, strategi, dan kolaborasi lintas sektor,” ujarnya.

Fokus pembangunan yang Prof. Rokhmin paparkan meliputi:

  1. Transformasi perikanan tangkap ke hilirisasi dan bioteknologi laut
  2. Penguatan pariwisata bahari berbasis budaya laut
  3. Digitalisasi UMKM dan koperasi untuk efisiensi produksi
  4. Peningkatan SDM dan daya beli masyarakat
  5. Pembangunan infrastruktur maritim dan logistik laut
  6. Penguatan ekonomi sirkular melalui pengelolaan limbah terpadu
  7. Ketahanan terhadap perubahan iklim melalui sistem pertanian adaptif.

Menurutnya, pendekatan “Blue Sky – Blue Ocean” harus menjadi semangat bersama agar pertumbuhan ekonomi tidak mengorbankan kelestarian laut.

“Peta jalan ini bukan sekadar rencana, tetapi komitmen moral untuk menjadikan Tual sebagai model daerah berbasis laut, berbasis rakyat, dan berbasis keberlanjutan,” kata Prof. Rokhmin.

Lebih lanjut, ia Rokhmin menegaskan bahwa kemajuan suatu daerah hanya dapat dicapai jika memiliki produktivitas tinggi dan daya saing kuat, dengan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan ramah lingkungan. Kota Tual, menurutnya, sedang berada di jalur yang tepat, tetapi harus memperkuat ketahanan terhadap guncangan eksternal seperti perubahan iklim dan dinamika global.

“Dunia tengah bergerak cepat, dan pesisir Indonesia tak boleh tertinggal. Kota Tual harus jadi contoh strategi adaptif berbasis ekonomi biru,” ujarnya.

Data BMKG mencatat gelombang tinggi 2,5-4 meter dan angin hingga 25 knot di Laut Maluku dan Laut Sulawesi hingga akhir Oktober 2025. Prof. Rokhmin menilai hal itu sebagai peringatan agar keselamatan nelayan menjadi prioritas utama. Ia mendorong penerapan sistem early-warning di setiap pelabuhan, penggunaan teknologi cuaca berbasis Artificial Intelligence (AI) alias kecerdasan buatan serta peningkatan literasi iklim bagi nelayan.

Selain itu, ia menyoroti pentingnya fasilitas penunjang seperti cold storage, SPBU nelayan, dan balai pelatihan di 65 kampung pesisir agar ekonomi laut berjalan efisien dan berkelanjutan.

Tantangan sosial pun tak kalah penting. Data Dinas Kesehatan menunjukkan prevalensi stunting di beberapa wilayah Tual masih tinggi, sementara fluktuasi konsumsi pangan memerlukan intervensi kebijakan yang lebih tajam.

Prof. Rokhmin menilai hal itu sebagai peringatan agar program pemberdayaan pesisir tidak hanya berfokus pada ekonomi, tetapi juga gizi, pendidikan, dan kesehatan masyarakat.

“Ketahanan ekonomi harus sejalan dengan ketahanan sosial. Tanpa itu, pembangunan maritim tidak akan berakar,” tegasnya.

Dengan komitmen kuat pada prinsip ekonomi biru, Prof. Rokhmin percaya Kota Tual dapat menjadi ikon nasional pembangunan maritim yang berkeadilan dan berkelanjutan.

“Ekonomi biru adalah masa depan Indonesia, yakni sebuah jalan menuju kemakmuran tanpa mengorbankan laut, tanpa melupakan manusia, dan tanpa kehilangan arah pembangunan,” tandasnya.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.