Ikhbar.com: Mahasiswa aktivis di Universitas Columbia, Mahmoud Khalil, menyebut penangkapannya oleh otoritas imigrasi Amerika Serikat (AS) pada 8 Maret lalu sebagai sebuah “penculikan.”
Dalam sebuah opini berjudul A Letter to Columbia yang diterbitkan di Columbia Spectator, dan telah dikonfirmasi kuasa hukumnya, Khalil menuding pihak universitas berperan dalam penangkapan tersebut.
“Sejak penculikan saya pada 8 Maret, intimidasi dan penculikan terhadap mahasiswa internasional yang membela Palestina semakin meningkat,” tulis Khalil, dikutip dari Anadolu Agency, pada Sabtu, 5 April 2025.
Ia menyerukan agar mahasiswa Columbia tidak tinggal diam terhadap represi yang terjadi.
Baca: LBH Eropa Kecam Kampus yang Hukum Dua Mahasiswa Pro-Palestina
Khalil juga menyebut beberapa mahasiswa lain yang mengalami nasib serupa, termasuk Rumeysa Ozturk, mahasiswa doktoral di Universitas Tufts. Ia membandingkan situasi saat ini dengan pengalamannya melarikan diri dari rezim Bashar al-Assad di Suriah menuju Lebanon.
Ia menuding Columbia turut bertanggung jawab atas pembiaran genosida di Gaza, dan menggunakan narasi yang menurutnya justru membenarkan kekerasan terhadap warga Palestina.
“Dalam 18 bulan sejak kampanye genosida di Gaza dimulai, Columbia bukan hanya bungkam terhadap pembantaian rakyat Palestina, tapi juga ikut menyuarakan bahasa yang membenarkan kekerasan itu,” tulisnya.
Baca: Uni Emirat Arab Deportasi Mahasiswa karena Teriak ‘Bebaskan Palestina’
Khalil menambahkan, universitasnya menekan gerakan mahasiswa dengan dalih memerangi antisemitisme.
Pekan lalu, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengatakan lebih dari 300 visa mahasiswa telah dicabut.
“Setiap kali saya menemukan orang-orang radikal ini, saya cabut visanya,” ujar Rubio.
Kebijakan ini memperkuat kekhawatiran terhadap gelombang represi terhadap aktivis pro-Palestina di kampus-kampus AS.